KEPALA Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Idam Aziz diminta memerintahkan Kapolda Sumatera Barat Irjen Toni Harmanto untuk memeriksa orang-orang yang terlibat dalam skenario penjebakan prostitusi daring atau online di kamar 606 Hotel (Kyriad) Bumi Minang, Padang pada Minggu 26 Januari 2020 lalu.
“Penggrebekan itu terlihat over acting,” itulah kalimat pertama yang keluar dari Ketua Migrant Care dan Advokasi Hukum Depimnas ReJO, Relawan Jolowi Dr. Hendri Jayadi, SH, MH saat dimintai tanggapan ihwal penggrebekan PSK di Padang, Kamis 6 Januari 2020 malam.
Kata Jayadi, penggrebekan itu hanya untuk membuat pencitraan diri dengan mengangkangi hukum yang berlaku di Indonesia.
“Dan juga merupakan pembodohan hukum kepada masyarakat. Kita sepakat bahwa prostitusi adalah sesuatu pelanggaran terhadap hukum. Tapi penegakkan hukum tidak boleh dengan cara melanggar hukum”.
“Semua orang sama dimata hukum dan harus tajam untuk semua. Jadi saya berharap dan meminta Kapolri segera perintahkan Kapolda Sumbar untuk memeriksa orang-orang yang terlibat dengan kasus itu,” kata Dr Hendri Jayadi.
Menurut Dosen Pasca Sarjana Universitas Kristen Indonesia (UKI) ini, metode undercover buying atau pembelian terselubung yang dilakukan anggota DPR RI dapil Sumbar I Andre Rosadie tidak sepatutnya dilakukan olehnya. Karena, kata dia, Andre Rosadie bukanlah aparat penegak hukum ataupun orang yang diperbantukan di kepolisian.
“Undercover buy, hanya berlaku didalam Undang-Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Itupun syaratnya sangat ketat. Apalagi Andre Rosadie bukan aparat penegak hukum,” kata Jayadi.
Dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 pasal 79 jelas diatur yang bisa melakukan tindakan itu adalah informan/anggota polisi/orang lain yang diperbantukan pada polisi.
“Jadi tidak bisa sembarang orang untuk melakukan cara demikian itu. Ini sudah salah kaprah penafsirannya,” ujar Jayadi.
Alumni Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta ini menduga, langkah penggrebekan yang dilakukan Andre Rosadie bersama petugas kepolisian dari Polda Sumbar dan menangkap PSK berinisial NN dan seorang mucikari adalah cacat hukum atau ilegal.
“Kalau OTT prostitusi itu tidak sesuai prosedur undercover buying di UU 35 Tahun 2009 dan ada dugaan mall admistrasi kami minta bebaskan perempuan itu. Menegakkan hukum harus sesuai prosedur hukum. Itu sudah prinsip!,” tuturnya.
Masih menurut Jayadi, orang yang melakukan penjebakan itu bisa terkena jeratan hukum pidana. Karena, proses penggrebekan itu tidak berdiri sendiri. Ada yang sudah menyewa kamar, ada pelaku, penjaja seks dan mucikari. Bisa jadi, awalnya NN tidak sedang beraktifitas, kemudian masuk pesan yang membuat dia tertarik kemudian sampai bertransaksi. Apalagi kini NN dan sang mucikari sudah mendekam di penjara dan dijadikan tersangka.
“Tindakan demikian itu sudah sistematis. Mestinya semua yang terlibat bisa kena jeratan hukum. Ada pasal 55 KUHP yang mengatakan turut serta. Dalam pasal 55 Ayat (1) KUHP berbunyi: Orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau turut melakukan perbuatan itu. Menurut saya Andre Rosadie sudah memenuhi unsur pasal 55 KUHP itu,” tegas Jayadi.
Tidak hanya itu, Andre juga harus diperiksa secara etik oleh Mahkamah Kehormatan Dewan, karena dengan jabatannya sebagai anggota DPR telah melakukan serangkaian kegiatan yang diduga melanggar etika.
Untuk itu, Jayadi meminta siapapun yang terkibat dalam kausus itu harus diperiksa. Tak terkecuali Andre Rosadie dan ajudannya yang bernama Bimo.
“Kita minta semua diperiksa tanpa terkecuali. Polisi jangan tumpul keatas tajam kebawah,” pungkas Hendri Jayadi.
Sebelumnya, Andre Rosadie bersama kepolisian dari Polda Sumbar melakukan penggrebekan prostitusi online yang dilakukan didalam kamar 606 Hotel (Kyriad) Bumi Minang pada Minggu (26/1/2020). Dalam penggrebekan itu petugas menangkap perempuan bernisial NN sebagai pelaku prostitusi online dan seorang mucikari. Namun, petugas tidak menangkap penyewa jasa prostitusi itu.
Keduanya kini mendekam dipenjara dan dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 27 ayat (1) jo pasal 45 ayat (1), serta pasal 296 jo pasal 506 KUHP.
Dari dokumen yang didapat wartawan, nama Andre Rosadie memesan kamar 606 hotel tersebut pada tanggal 26 Januari dan berakhir pada 27 Januari. (kurnia)