PULANGNYA pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab ke tanah air terus menuai kontroversi dan sorotan pemerintah.
Semua itupun berujung beredarnya di media sosial video orang berseragam TNI mencopot spanduk dan baliho ucapan selamat datang Imam Besar Habib Rizieq yang terpasang secara di berbagai sudut ibu kota.
Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman pun mengaku bahwa yang memerintahkan anggotanya untuk mencopot baliho tersebut adalah dirinya sendiri.
“Ada berbaju loreng menurunkan baliho Habib Rizieq, itu perintah saya,” kata Dudung menjawab pertanyaan wartawan usai apel pasukan di Monas, Jakarta Pusat, Jumat (20/11/2020) pagi.
Salah satu simpatisan FPI Kalimantan Selatan yang juga seorang pengacara, Aspihani Ideris ketika diminta tanggapannya oleh awak media melalui WhatsApp mengatakan, pencopotan spanduk dan baliho itu tidak salah.
Kata dia, FPI malah diutungkan dengan pencopotan baliho itu.
“Kami ucapkan terimaksih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah berpartisipasi menurunkan baliho Imam besar kami Habib Rizieq Shihab. Karena seluruh rangkaian acara penyambutan imam besar sudah selesai dilaksanakan. Sehingga kami sangat terbantu untuk tidak perlu lagi membereskn baliho tersebut,” tulis Aspihani kepada Inilah Jogja Sabtu (21/11/2020).
Jika kita berbicara masalah hukum pidana, mencopot spanduk atau baliho yang terpasang dipekarangan orang, itu adalah perbuatan pidana.
“Masuk kepekarangan orang, apalagi sampai mencopot spanduk ataupun baliho yang terpasang tanpa izin pemilik pekarangan tersebut itu jelas sebuah pelanggaran hukum sebagaimana ditegaskan pada Pasal 406 KUHPidana,” tukas Aspihani.
Pada dasarnya ujar Aspihani, setiap tindakan perusakan, pencopotan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana sebagaimana termaktub Pasal 406 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
“Barangsiapa dengan sengaja dan secara melawan hukum menghancurkan, merusak, membuat tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah,” pungkas Aspihani sesuai bunyi pasal 406 KUHPidana. (asp/kid)
Discussion about this post