HANCURNYA moral dan demokrasi dalam pemilihan umum (Pemilu) karena adanya politik uang atau money politik.
Mewabahnya politik uang dikalangan masyarakat disaat lahirnya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan Kepala daerah dan wakil Kepala daerah atau disingkat Pilkada.
Sejak lahirnya UU Nomor 32 Tahun 2004 ini otak masyarakat sudah di doktrin dengan kebodohan oleh para penggila jabatan untuk mengejar sebuah impian yang menghalalkan segala cara.
Mereka sudah lupa dengan tipu muslihat kehidupan, bahwa hidup didunia ini hanya sementara saja. Padahal mereka tahu bahwa Allah SWT melaknat money politik.
Padahal Undang-undang atau UU No.10 tahun 2016 pasal 187A ayat (1) dan pasal 73 ayat (4) menegaskan bahwa perbuatan dengan sengaja melakukan politik uang atau memberi materi lainnya sebagai imbalan baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih maka perbuatan tersebut dipidana paling singkat 6 tahun penjara dan denda 1 milyar rupiah.
Sanksi hukumnya ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 ini berlaku untuk semua warga negara Indonesia, baik mereka yang memberi, perantaranya maupun masyarakat yang menerima imbalan atas money politik tersebut.
Kepada masyarakat dalam menentukan pilihan harus benar-benar bisa memilih pemimpin yang kita yakini bisa membawa kebaikan. Baik kebaikan untuk kemaslahatan umat maupun bisa menciptakan kebaikan fiddunia menuju ke akhirat alam keabadian.
Jangan pernah bermimpi punya pemimpin jujur dan amanah jika kita sebagai rakyat hak suaranya masih bisa dibeli dengan uang maupun materi.
Sebagai muslim yang baik hendaknya kita bisa bijak dalam menentukan pilihan pada kontestan pesta demokrasi 5 tahun sekali. Karena Allah SWT melaknat perbuatan politik uang dan perantara yang menghubungkan keduanya.
Komisi Pemilihan Umum alias KPU jangan sampai bermain dengan memanipulasi data hasil pemilu yang dilaksanakan. Berlakulah yang jujur dan adil dalam melaksanakan amanah, stop kecurangan, sudahi kegaduhan, laksanakan UU No. 5 tahun 2017. (sil)
Penulis adalah H. Aspihani Ideris, S.A.P., S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Kalimantan (Uniska) Muhammad Arsyad Al Banjari Banjarmasin Kalimantan Selatan.
Discussion about this post