PENGADILAN Negeri (PN) Bandung diminta melakukan eksekusi tanah seluas 14.000 meter persegi yang terletak di Desa Ciumbuleuit, Kecamatan Cidadap, Kota Bandung, Jawa Barat. Hal itu sesuai putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung Nomor 393 PK/Pdt/1999 tanggal 19 September tahun 2000.
Permintaan eksekusi tersebut disampaikan kuasa hukum Radden Tonny Achmadijat dan Zainal Abidin, Naldy Nazar Haroen SH kepada wartawan di Jakarta Jumat 12 Februari 2021.
Lebih lanjut Naldy Haroen yang tergabung dalam “Law Firm Haroen Depari & Partners” itu mengungkapkan, klien kami merupakan ahli waris yang sah atas tanah tersebut.
“Putusuan pengadilan baik ditingkat PN, Pengadilan Tinggi (PT) maupun putusan Mahkamah Agung (MA) kita dimenangkan. Seharusnya, tidak ada lagi keraguan bagi PN Bandung untuk melakukan eksekusi tanah tersebut,” terangnya.
Naldy pun membeberkan bukti putusan pengadilan milikinya yang telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
Bukti tanah yang telah berkekuatan hukum tetap itu, dijelaskan Naldy, sesuai Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 300/1970/Sipil tertanggal 11 Maret 1971, Jo Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 171/Pdt/G/1989/PN.Bdg tertanggal 7 November 1989, Jo. Putusan
Pengadilan Tinggi Bandung nomor 67/Pdt.1990/PT.Bdg tertanggal 21 Juli 1990, Jo. Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 1015 K/Pdt/1991 tertanggal 10 Desember 1996, Jo. Putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung Nomor 393 PK/Pdt/1999 tertanggal 19 September 2000.
Dirinya pun mengaku heran kenapa PN Bandung tidak melakukan eksekusi meskipun sudah ada keputusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
“Putusan PK di Mahkamah Agung sudah ada sejak tahun 2000 kenapa PN Bandung tidak mau melakukan eksekusi. Kalau PN Bandung tidak melaksanakan keputusan MA tersebut kami takut masyarakat akan melakukan dengan caranya sendiri di lapangan,” tegasnya.
Naldy menduga ada oknum panitera di PN Bandung dengan sengaja mengalihkan perkara tersebut dan menyidangkan kembali dengan gugatan perbuatan melawan hukum.
“Ini adalah sebuah rekayasa dari oknum panitera di PN Bandung itu. Oknum-oknum yang nakal ini harus dibersihkan oleh MA agar masyarakat mendapat kepastian hukum,” ungkap Naldy.
Dirinya meminta, agar tidak ada jual beli perkara dalam sebuah kasus.
“Hakim adalah wakil Tuhan di dunia yang seharusnya berbuat seadil-adilnya. Hanya Tuhan yang maha adil dan Maha sehaga-galaNya”.
Menurut Naldy, pengajuan banding dan surat keberatan yang diajukan ke PT atas putusan perkara Nomor 95/ Pdt.G/2020/ PN Bdg adalah suatu bukti bahwa hakim dengan beraninya melanggar Undang-undang.
“Dinegara ini tidak satupun boleh melanggar Undang-undang tidak terkecuali Presiden sekalipun. Kalau Hakim sudah berani melanggar Undang-undang apa kata dunia?,” beber Naldy.
Lebih lanjut Naldy mengungkapkan, jika dirinya telah mengirimkan surat kepada Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Barat tanggal 10 Febuari 2021 perihal keberatan terhadap kekeliruan pertimbangan putusan
Majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung dalam perkara nomor:
95/Pdt.G/2020/PN.Bdg tanggal 15 Desember 2020.
Surat itu ditembuskan Naldy kepada Presiden Joko Widodo serta sejumlah menteri lembaga tinggi negara diantaranya; Ketua Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Yudisial, Ombudsman RI, Menteri Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan, Menteri Dalam Negeri, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Ketua Pengadilan Negeri Bandung Kelas 1 A Khusus, Badan Pertanahan Nasional Kota Bandung.
Naldy berharap agar Mahkamah Agung memberikan sanksi kepada aparat-aparat pengadilan yang diduga nakal di seluruh Indonesia. Apalagi, tidak mau melakukan eksekusi yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
“Ini kan sama saja putusan PK di MA dimentahkan lagi oleh PN. Artinya, PN melawan putusan pengadilan diatasnya. Hal ini tentu tidak baik bagi masyarakat yang akan mencari keadilan,” pungkas Naldy Haroen. (lia/zal)
Discussion about this post