MANTAN diplomat Amerika Serikat (AS) Stanley Harsha meyakini bahwa Indonesia bisa maju lebih cepat dari China karena memiliki demokrasi dan banyak inovasi. Indonesia bisa menjadi kekuatan utama dunia, asalkan menanamkan modalnya untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
“Indonesia bisa maju, sekarang sudah sangat maju cepat. Saya sendiri punya pendapat, yang saya tidak dapat membuktikan, bahwa Indonesia akan maju lebih cepat daripada China, karena memiliki demokrasi yang bebas dan ada dorongan untuk inovasi,” kata Stanley dalam Webtalk Hubungan Luar Negeri Gelora dengan tema “Masa Depan Hubungan RI-AS, Peluang dan Tantangan” di Jakarta, Kamis (4/2/2021).
Menurut Stanley, negara yang memiliki pemimpin yang mengkontrol kebebasan berpikir dan demokrasi seperti China tidak akan bisa bertahan lama dalam era saat ini. Apalagi China saat ini memiliki hutang yang cukup besar mencapai 300 persen dari GDP dan banyaknya angka korupsi di negara tersebut.
“Karena itu, China bukan ancaman Amerika. China juga tidak bisa menaklukkan dunia dan banyak dikelilingi negara yang tidak berteman dengan China. India, Vietnam, Taiwan dan Korea mempunyai senjata yang kuat dan canggih, tidak takut ancaman dari China,” katanya.
Stanley mengatakan, Indonesia bisa melampui China dalam bidang ekonomi dan sumber daya manusia. Ia mengaku bisa menfasilitasi Indonesia untuk mengirimkan SDM dalam menempuh pendidikan di universitas-univesitas ternama di Amerika.
“Kalau membagikan teknologi kepada Indonesia sudah cukup banyak. Untuk kemanusiaan dan dipakai secara damai, apalagi untuk membela laut Indonesia, pasti akan dibagi,” kata Stanley Harsha yang juga seorang penulis buku ini.
Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta mengatakan, Indonesia-AS memiliki kesamaan tiga hal, yakni sama-sama masyarakatnya multikultur dari berbagai etnis.
“Kesamaan kedua negara yang fundamental ada pada sistem demokrasi, ada kemiripan sistem demokrasi, berbeda dengan China. Ketiga sama-sama berorientasi pada pasar, dan ini kesamaan yang kuat,” kata Anis Matta.
Dengan tiga kesamaan tersebut, Anis Matta berharap Indonesia-Amerika bisa duduk bersama untuk menentukan tatanan dunia baru. Sebab, pandemi Covid-19 saat ini membawa dampak panjang dan destruktif bagi ekonomi semua negara dunia, yang bisa menyebabkan krisis sosial.
AS dibawah pimpinan Presiden Joe Biden yang didukung Partai Demokrat juga sudah menyadari bahwa tidak bisa lagi menjadi kekuatan tunggal dunia, dan harus bekerja sama dengan negara lain seperti Indonesia.
“Indonesia sudah jadi kekuatan utama ASEAN dan jumlah umat Islamnya terbesar di dunia. Dua aset utama tersebut bisa sebagai modal Indonesia secara global untuk menentukan tatanan dunia baru,” katanya.
Indonesia-AS, kata Anis Matta, bisa melakukan kerjasama regional untuk mempertahankan kawasan dari ancaman negara lain sehingga ekonominya akan tumbuh tidak seperti di Timur Tengah yang penuh dengan konflik.
Kerjasama lain yang bisa ditingkatkan adalah membangun infrastuktur energi terbarukan di Indonesia, karena membutuhkan teknologi dan investasi yang besar.
“Jika tidak dimanfaatkan Amerika, celah ini tentu akan diisi oleh negara lain dari sisi bilateral, karena Indonesia butuh alternatif,” katanya.
Selanjutnya, kerjasama lain yang bisa dilakukan antara Indonesia-AS adalah transfer teknologi. Kegagalan Indonesia selama ini, menurutnya, transfer teknologi sudah dilakukan pada masa Orde Baru, namun tidak diintegrasikan dengan sistem ekonomi.
“Orientasi teknologi kuat, tapi kelamahannya belum diintegasi dalam sistem ekonomi, sehingga pertumbuhan teknologi tidak sebanding dengan pertumbuhan ekonomi. Amerika bisa menjadi partner dalam hal itu,” tegas Anis.
Anis Mattta berharap ide dan gagasan besar Partai Gelora bisa disampaikan Stanley Harsha ke Presiden Joe Biden dan Kongres AS, serta Partai Demokrat.
“Saya kira akan menjadi kerjasama strategis bagi Indonesia dan Amerika Serikat, termasuk kerjasama dalam bidang pendidikan. Ini agenda yang kita perjuangkan di Indonesia, bisa dishare ke Demokrat dan Kongres. Ini bagian dari narasi besar Partai Gelora,” jelasnya.
Diskusi tentang “Masa Depan Hubungan RI-AS, Peluang dan Tantangan” ini dipandu oleh Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri Henwira Halim dan dibuka oleh Sekretaris Jenderal Partai Gelora Mahfuz Sidik. (*/rth)
Discussion about this post