Tim PKM FKIP dan FKM yang didukung oleh LPPM UAD Yogyakarta adakan workshop remaja tangguh bergizi cegah stunting dengan pola hidup sehat di 1.000 HPK kepada remaja dan pendamping Bina Keluarga Remaja (BKR) Padukuhan Garon, Desa Panggungharjo, Bantul, pada 14-15 November 2020.
Kondisi stunting yang bisa dicegah dengan menerapkan pola hidup sehat di 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) disosialisasikan Tim Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) dan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Ahmad Dahlan (UAD).
Didukung Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta dalam workshop tersebut diberikan edukasi terkait kesehatan reproduksi remaja dan pentingnya menjaga asupan gizi dalam mempersiapkan 1.000 HPK, masalah gizi dan penyakit-penyakit pada remaja serta tantangan menjadi generasi milenial yang tangguh.
Tim yang diketuai Dr Dody Hartanto, M.Pd dengan anggota Ratu Matahari, SKM, MA, M.Kes dan Desi Nurfita, SKM, M.Kes(Epid), juga mengajak masyarakat untuk menganalisis masalah dengan pendekatan studi kasus. “Agar dapat meningkatkan pengetahuan serta ketrampilan remaja dalam mempersiapkan seribu hari pertama kehidupan,” ujar Dody.
Bagi Dody, remaja merupakan fase kritis dalam siklus kehidupan manusia. “Karena adanya perubahan fisik, psikologis, dan juga lingkungan sosial,” tandasnya.
Maka, kata Dody, mereka perlu mendapatkan perhatian khusus untuk menjaga kualitas pemenuhan gizi supaya terwujud SDM yang berkualitas.
Sementara itu, Ratu Matahari, SKM, MA, M.Kes menyampaikan bahwa remaja sebagai individu yang dinamis dan didukung kelembagaan pemuda berpotensi menjadi motor penggerak perubahan perilaku remaja dalam memenuhi kebutuhan gizi yang baik.
“Khususnya bagi remaja putri dalam mempersiapkan kehamilan, persalinan dan nifas hingga memenuhi kebutuhan gizi bayi secara optimal,” ungkapnya.
Sementara itu, Desi Nurfita, SKM, M.Kes(Epid), menjelaskan masih kuatnya stereotype masyarakat bahwa cantik itu harus kurus, membuat banyak remaja yang melakukan diet tanpa advice tenaga kesehatan.
“Ini menimbulkan risiko terjadinya anemia, kurangnya energinkronik dan overweight hingga penyakit lain seperti diabetes dan penyakit jantung koroner,” terangnya.
Kepala Padukuhan Garon, Rosada, mengharapkan kegiatan ini bisa menjadi langkah awal untuk bersinergi menguatkan peran remaja dalam mempersiapkan 1.000 HPK.
Hasilnya semoga bisa dirasakan dalam jangka panjang terhadap perbaikan kualitas peradaban suatu bangsa. “Ke depan, dapat ditindaklanjuti dengan kegiatan serupa dengan sasaran yang berbeda,” jelasnya.
Dikatakan Rosada, prevalensi angka stunting atau balita pendek menurut tinggi badan dan usia di DIY adalah sebesar 14,36. Ini berdasarkan profil kesehatan DIY tahun 2016. Angka ini turun menjadi 13,86 pada tahun 2017.
Namun, prevalensi angka balita pendek atau stunting di DIY masih tergolong cukup tinggi jika dibandingkan dengan Riskesdas tahun 2013 8,2 persen.
“Salah satu kabupaten di DIY yang menjadi kabupaten atau kota prioritas intervensi stunting adalah Bantul,” papar Rosada. (Affan)