Tuntut Diskresi, Korban Malioboro City akan Mengepung Kantor Bupati Sleman

Tuntut Diskresi, Korban Malioboro City akan Mengepung Kantor Bupati Sleman - (ist)

SETELAH 8  tahun tanpa kejelasan nasib, para korban kasus Apartemen Malioboro City Yogyakarta terus menggelar aksi unjuk rasa dengan berbagai cara.

Kali ini mereka menggelar aksi menggunakan Tronton dan Trailer mendatangi kantor Pemda Sleman. Aksi digelar untuk mendesak Bupati Sleman Sri Kustini bisa menyelesaikan kasus yang menimpa para korban Malioboro City.

Puluhan warga mengatasnamakan Perjumpulan pemilik Penghuni Sarusun (PPPSRS) Apartemen Malioboro City Regency Yogyakarta kembali akan mendatangi Kantor Bupati Sleman di Jalan Parasamya, Senin (8/7/ 2024).

Mereka akan menggelar aksi damai  dan heroik mendesak Bupati Sleman Kustini Sri Purnomo segera mengambil tindakan nyata berupa Diskresi atau kebijakan khusus untuk proses perijinan SLF.

Sehingga akan mempercepat proses perijinan Apartemen Malioboro City, mengingat MNC Bank akan meneruskan proses perijinan tersebut menggantikan pihak pengembang yang tidak bertanggungjawab dengan harapan Sertipikat Hak Milik atas Rumah Susun (SHMSRS) dapat segera diterbitkan.

Ketua Paguyuban Pemilik Apartemen Malioboro City Yogyakarta (PPPSRS), Edi Hardiyanto, mendesak Pemda Sleman bisa segera menyelesaikan persoalan yang sudah 8 tahun tak kunjung selesai.

“Truk Tronton merupakan simbol perjuangan kita dengan kekuatan  rakyat ,sebesar apapun masalahnya  bisa kita hadapi dan jalani. Kita  menuntut Bupati berani bersikap bertindak bijak demi kepentingan masyarakat,” ujarnya.

“Seberapapun jauh perjalanan dan beratnya akan kami tempuh dan hadapi serta jalani. Karena selama ini kami sudah cukup bersabar. Saat ini kami mendesak Bupati untuk bertindak tegas mengambil sikap dan Diskresi, karena banyak masyarakat sudah lama terkatung katung tidak ada kejelasan terkait SHM SRS,” ungkapnya.

“Disini kami ingin menyampaikan pesan, harapan kepada Bupati Sleman, bahwa Bupati harus Berani mengambil sikap dan tindakan yang diperlukan untuk SLF sebagai pintu masuk proses SHM SRS untuk para korban yang dari dulu berjuang untuk mendapatkan legalitas kepemilikannya sudah 8 tahun berlalu,” jelas Edi.

Sebelumnya, para korban Malioboro Citu telah menggelar aksi tutup mata di Mabes Polri, di Kejaksaan Tinggi Yogyakarta, Polda DIY dan aksi aksi lanjutan di Kompolnas, Kejaksaan hingga DPR RI.

Upaya hukum juga telah dilakukan di Polda DIY, namun hingga kini oenegakan hukum dinilai belum maksimal.

“Meski terjal dan begitu banyak hambatan, namun kita akan terus jalan hingga hak kami terpenuhi,” kata Edi.

“Para konsumen Malioboro City ini kembali mendesak Pemkab Sleman segera tuntaskan perizinan SLF, Bupati harus Berani berbaring memberanikan kebijakan khusus dalam masalah Malioboro City yang sudah viral ini,” katanya.

“Kami mendesak agar proses perizinan berjalan, jika proses-proses ini berjalan otomatis rangkaian menuju SHM akan terwujud,” lanjut Edi Hardiyanto.

Edi menambahkan, agar Pemkab Sleman untuk mengambil tindakan konkret yang cepat, tepat dan efisien sehingga legalitas kepemilikan yang 8 tahun terabaikan dapat segera diwujudkan dalam waktu maksimal Agustus 2024. Selain itu mendesak dalam menangani permasalahan ini untuk datang ke kantor MNC dan menjalin komunikasi secara serius dan humanis kepada pihak MNC.

“Sehingga hambatan-hambatan dalam penyelesaian perijinan dan legalitas apartemen bisa segera dicapai titik temu dan solusinya secara cepat dan efiesien,” tandasnya.

Termasuk dalam membantu proses diterbitkan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) dan perijinan lainnya secara cepat dan terjadwal, mengingat kasus ini adalah kejadian khusus di luar normal dan sudah sangat lama terabaikan. Bahkan fasum tersebut belum diserahkan oleh pengembang ke Pemkab Sleman.

“Kami pun mendesak Pemkab Sieman untuk segera memberikan sanksi tegas terhadap pengembang PT Inti Hosmed, termasuk memblokir semua perizinan PT Inti Hosmed dan mendesak agar segera menyelesaikan kewajiban perpajakan yang digelapkan,” tuturnya.

Sementara itu, Sekretaris PPPSRS Malioboro City, Budijono menambahkan, pihaknya meminta keseriusan Pemkab Sleman, terutama dalam menjembatani dengan pihak MNC.

“Kami berharap permasalahan segera selesai, Pemkab memediasi kami dengan MNC,  apabila ada ganjala-ganjalan dalam proses perizinan akan kami fasilitasi dan bantu,” sambung.

“Di sini, intinya kami minta kejelasan dan ketegasan Pemkab Sleman khususnya Bupati Sleman, jangan berbicara aturan dan regulasi, ini harus kebijakan. Karena ini masalah khusus yang sudah 8 tahun tidak ada penyelesaian dan kejelasan, harus ada suatu diskresi dari pemkab dan Kementerian Pekerjaan Umum,” katanya.

Dijelaskannya, adanya proses peralihan aset dari pengembang kepada MNC Bank.

“Karena ini Bank MNC yang akan melanjutkan proses meneruskan ijin yang belum ada yakni SLF, pemohon lama sudah tidak bertanggungjawab dan perijinan saat ini kita fokus pada  SLF, pertelahan hingga berkomitmen dalam memfasilitasi penyelesaian para konsumen Malioboro,” katanya.

Sebagaimana diberitakan, sudah lebih dari 8 tahun belum diterbitkannya SHM ini dilatarbelakangi permasalahan perizinan SLF yang belum diselesaikan oleh pengembang.

“Perizinan terkendala karena adanya pergantian status kepemilikan tanah dan sebagian besar aset apartemen yang sebelumnya atas nama  dari PT Inti Hosmed (pengembang pertama) dan saat ini sertifikat sudah berganti nama PT Bank MNC semua sudah ada jelas. Kasus hukum pidana tetap akan kita kawal karena ada pihak yang harus dan wajib bertanggungjawab dan harus segera ditetapkan Tersangka dan ditangkap,” katanya.

“Karena sudah menyengsarakan banyak pemilik hingga 8 tahunan belum mendapatkan SHM SRS. Untuk itu besok Senin kami akan datangi dan geruduk kantor Bupati Sleman, untuk menindaklajuti acara segera mengeluarkan Diskresi. Karena ini masalah khusus bukan masalah yang normal, sehingga ada hal hal yang memang khusus penanganannya dan harus memakai jalur kebijakan,” jelasnya.

“Karena kerangka permaslahan nya berbeda alias abnormal, tapi secara status hukum sangat jelas bahwa kasus ini ijinnya harus melalui kebijakan khusus seperti sistem perijinan lainnya ini yang harus menjadi catatan,” pungkas Budijono. (arf/rth)

 

Exit mobile version