TIGA mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, yakni Febriofca Galih Yatalaththov, Nabilah Adzra Fahlevi dan Benta Lenggar — semuanya mahasiswi Program Studi (Prodi) Biologi yang tergabung dalam Tim PKM Riset Eksakta UAD — berhasil memeroleh juara favorit dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) ke-34 di Universitas Sumatera Utara (USU) yang diselenggarakan secara daring melalui Zoom Meeting dan ditutup melalui kanal YouTube Kemendikbudristek RI pada Jumat, 28 Oktober 2021.
Mengangkat judul “Potensi Senyawa Flavonoid Tanaman Krokot (Portulaca oleracea) sebagai Terapi Hipokia Secara in Vivo”, menjadikan krokot sebagai tanaman yang menarik perhatian untuk diteliti setelah mendapat bimbingan dan pendampingan dari Rita Maliza, S.Si, M.Si, Ph.D selaku Dosen Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi Terapan (FAST).
“Karena belum banyaknya pemanfaatan tanaman krokot,” ungkap Febriofca Galih Yatalaththov, yang diiyakan Nabilah Adzra Fahlevi dan Benta Lenggar, Jumat (5/11/2021).
Selama ini, dikatakan Galih, tanaman krokot hanya dikenal sebagai makanan jangkrik. “Dan di beberapa tempat juga dimanfaatkan sebagai kudapan saja,” tandasnya.
Daerah di sekitar rumah Febriofca Galih Yatalaththov di Ngawi, Jawa Timur, banyak tumbuhan tanaman krokot yang belum dimanfaatkan secara maksimal.
Setelah Galih membaca di berbagai literatur, ternyata krokot memiliki kandungan yang serupa dengan antioksidan yang dibutuhkan penderita hypokia.
“Dan juga tanaman ini kaya pula akan nutrisi seperti tinggi protein, vitamin, mineral, bahkan asam lemak omega 3 dan 6,” kata Galih, yang lantas mengubah krokot yang tadinya dianggap tanaman sepele dan sering dianggap gulma bagi masyarakat menjadi sesuatu yang bernilai emas di masa depan.
Terkait mahalnya salah satu komponen penelitian, menjadikan tim tersebut lebih kreatif dan inovatif dalam problem solving. “Agar penelitian ini tetap berjalan dan tidak terhambat,” tambah Nabilah Adzra Fahlevi.
Selain itu, tempat penelitian selama masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), membuat mereka juga menyesuaikan. Khususnya terkait perizinan tempat dan penelitiannya.
Beruntungnya, kampus memberikan izin dengan pembatasan waktu. “Keterbatasan akibat pandemi Covid-19 dan fasilitas justru membuat kami menjadi lebih kreatif dan inovatif,” kata Galih.
Galih dan timnya berharap, penelitian mereka itu nantinya dapat dikembangkan lebih dalam lagi dengan berkolaborasi lintas bidang seperti farmasi, kedokteran, dan biomedik. “Jauh ke depan, krokot bisa menjadi kuratif dalam pengobatan Covid-19 dan juga menjadi preventif seperti menjadi suplemen untuk meningkatkan daya tahan tubuh,” imbuh Galih. (Fan)
Discussion about this post