Sultan Minta Sendangmole Tingkatkan Produksi

Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono. @Int

GUBERNUR DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X berharap jumlah produksi minyak kayu putih yang dihasilkan Pabrik Sendangmole, Gunungkidul, dapat ditingkatkan. Hal itu dikatakan seiring dengan tingginya kebutuhan minyak kayu putih di Indonesia yang belum dapat dipenuhi dengan maksimal.

Pernyataan tersebut disampaikan Ngarsa Dalem saat hadir dalam agenda penyulingan perdana minyak kayu putih di Pabrik Sendangmole, Kawasan Hutan Bunder, Kabupaten Gunungkidul, Senin (19/04).

Sebagai seremonial dimulainya penyulingan perdana, Sri Sultan memasukkan beberapa ikat tanaman kayu putih pada bak daun bersama dengan Bupati Gunungkidul, Sunaryanta.

Turut hadir pada kesemptan tersebut, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY, Kuncoro Cahyo Aji; Kepala Bappeda DIY, Beny Suharsono; Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang DIY, Krido Suprayitno; Kepala Dinas Kesehatan DIY, Pembajun Setyaningastutie, dan Direktur Utama Bank BPD DIY Santoso Rohmad.

Lebih lanjut, Ngarsa Dalem berharap agar masyarakat sekitar kawasan Pabrik Sendangmole nantinya tidak hanya bekerja sebagai karyawan saja, melainkan bisa mandiri.

“Masyarakat jangan hanya bekerja, tapi bisa tumbuh kemandirian. Ada kepastian kalau masyarakat menanam pohon (kayu putih) mandiri, harganya baik dan mengurangi kemiskinan,” ujar Ngarsa Dalem.

Adapun produksi Pabrik Sendangmole dalam satu tahun mampu menghasilkan sekitar 22.816,64 liter minyak kayu putih dari 2.492 ton daun. Guna mencapai hasil produksi tersebut, setiap harinya, Pabrik Sendangmole membutuhkan 18 ton daun untuk disuling.

Untuk daunnya sendiri, berasal dari dari Tegakan Kayu Putih di kawasan hutan Balai Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) di Bagian Daerah Hutan (BDH) Playen, BDH Paliyan, dan BDH Panggang dengan luas areal 2.049 meter persegi. Kemampuan rata-rata setiap pemetik daun sekitar 150 kilogram per hari.

Sri Sultan lalu menyebutkan bahwa sejatinya tanah-tanah, asal bukan tanah desa dan ada di wilayah Gunungkidul juga bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat. Caranya digunakan sebagai lahan tanam bersama untuk tanaman kayu putih dengan sistem bagi hasil.

“Misalnya dalam suatu desa, ada tanah tersebut dan ada orang miskin berapa yang realistis saja, nanti dihitung. Mana yang jadi tanah desa, mana yang bukan. Silakan bisa bersurat ke saya,” urai Sri Sultan.

Skema pemanfaatan lahan dapat dilakukan dengan sistem kelompok dan bagi hasil.

“Misal 1 hektar, dikelola oleh 10 orang, nanti kan bisa patungan dan hasilnya bisa dibagi,” imbuh Sri Sultan. Tidak hanya itu, Sri Sultan juga mengusulkan pemanfaatan tanah tersebut tak hanya digunakan untuk satu jenis tanaman saja.

“Saya kira pohon kayu putih itu kan besar, kalau dilakukan tumpangsari tidak masalah to, Bapak. Dengan tumpangsari, sebelum masa panen 28 bulan, warga sudah bisa menikmati penghasilan tambahan baik itu jagung, kacang tanah, atau pun palawija,” usul Sri Sultan.

Sri Sultan berharap, tanah desa sejatinya disewakan untuk rakyat sendiri. “Apakah itu kelompok ataukah koperasi, itu tidak masalah. Yang penting, kelompok-kelompok yang menyewa tanah dan menanam, diawasi dari Dinas terkait.

Harapan saya, industri ini bisa berkembang, karena yang sudah ada 12.000 tenaga kerja, belum lagi keluarganya yang juga harus dipikirkan kesejahteraannya,” pesan Sri Sultan.

Bupati Gunungkidul, Sunaryanta, di sisi lain, mengamini pernyataan Ngarsa Dalem, bahwa hasil hutan harus dapat membawa dampak untuk ekonomi kemasyarakatan. Sunaryanta berharap adanya peningkatan produksi minyak kayu putih mengingat kebutuhan minyak kayu putih nasional sekitar 3.500-an ton per tahun.

“Dan kita memasok untuk nasional itu baru 600 ton per tahun, artinya masih kekurangan. Mudah-mudahan ke depan bisa memenuhi yang menjadi kebutuhan nasional,” terangnya.

Sementara, Kepala DLHK DIY, Kuncoro Cahyo Aji, berujar bahwa penyulingan minyak perdana di tahun 2021 ini tak hanya berlangsung di Sendangmole, namun juga di Gelaran, Bejiharjo.

“Per harinya, Sendangmole membutuhkan 18 ton daun, sedangkan Gelaran 15 ton daun. Dengan total per liter sekitar 44 liter minyak kayu putih setiap hari,” kata Kuncoro.

Guna meningkatkan produksi minyak kayu putih, menurut Kuncoro, penyulingan juga harus ditingkatkan.

“Tadi disampaikan Pak Bupati (Gunungkidul), kebutuhan minyak kayu putih ini banyak, sekiranya penyulingan Sendangmole maupun Gelaran sangat mungkin kita tingkatkan lagi, karena areanya juga baru 3.600 hektar,” jelas Kuncoro.

Selain itu, dari sisi sumber daya, Kuncoro juga berharap ke depan dapat diupayakan penambahan tenaga kerja.

“Untuk penyulingan wonten 40 orang tenaga, terbagi menjadi 2 shift selama 24 jam. Teman-teman ini bisa ditingkatkan lagi mengingat kalau produksi terus menerus pasti butuh tenaga lagi. Kemudian untuk produksi atau penanaman, melibatkan 12 ribu tenaga SDM yang ada di Kabupaten Gunungkidul ini,” tambahnya.

Kuncoro mengungkapkan jika pelaksanaan dari penyulingan kayu putih ini seluruhnya dilakukan oleh masyarakat bekerjasama dengan Pemda DIY. “Kami beri nama program ini dengan Asa di Bukit Seribu dan kami ajukan ke dalam program inovasi Kemenpan-RB,” tutupnya.

Pada kesempatan yang sama, Dirjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Wiratno mengatakan bahwa hasil hutan kayu punya potensi lebih besar dari hasil hutan bukan kayu.

“Perannya sangat siginifikan pada peningkatan pendapatan masyarakat setempat. Berdasarkan UU No. 11/2021 tentang Cipta Kerja, reproduktivitas hutan akan meningkat melalui optimalisasi dan diversifikasi hasil hutan,” tukasnya.

Ia turut mengapresiasi upaya Pemda DIY, pelaku usaha, dan masyarakat atas kerjasama dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pelestarian hutan. Wiratno berharap Pabrik Sendangmole dapat menjadi percontohan dan pemenuhan kayu putih di Indonesia.

“Harapannya, pabrik penyulingan minyak dengan berbasis masyarakat sebagai pelaku usaha ini dapat menjadi alternatif mata pencaharian,” harapnya.

Wiratno menambahkan bahwa kebutuhan minyak kayu putih untuk pasar domestik tercatat sebanyak 3.000 ton setiap tahunnya. Jumlah tersebut belum dapat terakomodasi lantaran jumlah produksi masih jauh di bawah itu. “Karena tidak dapat mencapai jumlahnya, makanya terus impor kayu putih,” imbuhnya.

Oleh karenanya, dalam upaya memaksimalkan produksi minyak kayu putih, ia berpesan agar Balai KPH selaku penanggungjawab Pabrik Sendangmole, dapat memaksimalkan perannya. Utamanya dalam membuat perencanaan pengelolaan hutan termasuk hutan bakau kayu dan mendukung pendirian BUMD terkait pemanfaatan kayu putih.

“Selain itu, juga melakukan koordinasi perencanaan pengelolaan hutan, memfasilitasi kebijakan di bidang inventarisasi kayu putih dan mengadakan bimbingan teknis serta pembinaan kelompok tani hutan,” tutupnya dikutip laman jogjaprov.go.id. (fik/kaf)

Exit mobile version