MAHASISWA Kuliah Kerja Nyata (KKN) Reguler 88 Unit V D.1 Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta mengadakan sosialisasi cara mencegah dan menangani stunting pada anak di Dusun Sumberjo, Kalurahan Ngalang, Kapanewon Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul.
Kegiatan yang berlangsung pada 19 Februari 2022 itu didampingi Dr Sulistyawati, S.Si, MPH, Ph.D selaku Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) KKN di Dusun Sumberjo.
Kali ini, mahasiswa KKN Reguler 88 Unit V D.1 mengusung tema “Mencegah dan Menangani Stunting pada Anak”.
Tema tersebut diusung karena melihat kondisi yang ada. Menurut data pengkaderan di wilayah Dusun Sumberjo terdapat 10% baduta (anak usia di
bawah dua tahun) terkena stunting.
Makanya, hal tersebut dilakukan sebagai upaya menanggulangi permasalahan terkait stunting dengan sasaran
sosialisasi anak remaja, calon pengantin, ibu hamil dan menyusui serta ibu yang memiliki bayi baduta.
“Agar tindakan pencegahan dapat dilakukan dari remaja hingga lebih siap menjadi seorang ibu,” ungkap Dr Sulistyawati, S.Si, MPH, Ph.D selaku Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) KKN.
Sehingga nantinya para calon ibu baru ini memerhatikan pola asuh, asupan nutrisi yang memadai, gizi seimbang seperti 4 sehat 5 sempurna serta meminimalisasi terserangnya infeksi yang dapat menyebabkan stunting pada anak.
Dalam sosialisasi tersebut, Dr Sulistyawati, S.Si, MPH, Ph.D menyampaikan berbagai cara yang bisa dilakukan untuk pencegahan dan pengobatan stunting.
Di antaranya memeriksakan diri ke dokter. Dan pemeriksaan ini mencakup fisik, tes darah, tes tulang. Kemudian, bila baduta mengalami stunting dengan masalah kurangnya nutrisi, dokter dapat merekomendasikan pemberian nutrisi
yang cukup dan sesuai dengan usia baduta tersebut.
“Pencegahan yang utama terkait stunting sebaiknya dilakukan jauh sebelum kelahiran buah hati,” ungkap Dr Sulistyawati, S.Si, MPH, Ph.D.
Menurut Sulistyawati, setelah anak lahir usahakan ibu memberikan ASI sebagai makanan yang utama bagi bayi.
Selain sosialisasi yang dilakukan mahasiswa KKN Reguler 88 UAD Unit V D.1 sebagai upaya preventif, terdapat permasalahan lainnya terkait stunting, yakni ibu yang tidak terima jika
bayinya dikatakan stunting karena melihat kondisi fisik bayi yang menurut ibunya sehat.
Namun, stunting sendiri sudah memiliki kriteria. Sehingga bayi dikatakan stunting apabila kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama dan mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yang memengaruhi tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.
Makanan yang dikonsumsi anak, seperti dijelaskan Sulistyawati, merupakan hal yang krusial. “Sehingga tidak dapat dikatakan hal yang sepele dan harus benar-benar diperhatikan,” kata Sulistyawati.
Bagi Sulistyawati, bukan hanya
pemberian air susu ibu (ASI) saja. Namun setelah memasuki usia di atas dua tahun, ibu dapat memberikan susu formula yang sesuai serta tambahan dari nutrisi seperti buah, protein sayur dan lainnya.
Tidak cukup dengan sosialisasi selama berlangsungnya KKN ini. Kegiatan selanjutnya juga ada rencana bagaimana mengolah tanaman yang bergizi.
Untuk itu, diharapkan dari sosialisasi ini dapat mengubah pandangan warga Dusun Sumberjo agar lebih aware atau sadar akan pentingnya pola asuh, nutrisi dan memperhatikan makanan yang dikonsumsi anak. (Fan)