PEMERINTAH Kabupaten Sleman, Yogyakarta mengantisipasi dampak cuaca ekstrim pada destinasi pariwisata akibat dari peningkatan curah hujan.
Wakil Bupati Sleman, Danang Maharsa dalam konferesi pers, Selasa (2/11) di Teras Merapi, Karangtengah Lor, Glagaharjo, Cangkringan mengatakan sudah melakukan koordinasi dengan instansi terkait untuk melakukan langkah antisipasi.
“Terkait penanggulangan bencana di destinasi wisata, Pemkab Sleman telah menyampaikan surat edaran setiap destinasi wisata dengan adanya dampak bencana hidrometeorologi untuk melakukan kesiapsiagaan dan edukasi pada penggiat wisata untuk mempersiapkan diri jika ada bencana datang,” jelas Danang.
Menurutnya, dalam penanganan bencana, Pemkab Sleman juga mempersiapkan dua anggaran yaitu Biaya Tidak Tetap (BTT) dan anggaran bantuan bencana sesuai Perbup Nomor 37. Saat ini Pemkab Sleman sedang mengkaji bantuan kerusakan sebesar 100 persen bagi warga tidak mampu.
“Pemberian bantuan pada warga terdampak bencana dulu mendapat bantuan 30% dari kerusakan, baru kita kaji untu bisa 100 persen bagi warga tidak mampu karena secara geografis sleman rawan bencana dan tidak tahu datangnya sehingga harus disiapkan langkah penanganannya,” ujar Danang.
Berdasarkan rilis dari BMKG, Pengaruh La-Nina di wilayah D.I. Yogyakarta berdampak pada peningkatan intensitas curah hujan bulanan di atas normalnya atau rata ratanya, diawal musim penghujan bulan Oktober-November 2021 akan memberikan dampak yang cukup tinggi yakni sekitar 60%. Sedangkan jika La-Nina masih berlanjut hingga musim penghujan (Des 2021- Jan 2022 – Feb 2022) maka dampak La-Nina akan semakin turun yakni sekitar 20-60%.
Meskipun persentase peningkatan curah hujan relatif lebih kecil, namun dampak terhadap peningkatan bencana hidrometeorologi semakin tinggi terlebih dipuncak musim hujan (Januari 2022).
Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD Sleman, Makwan Kabupaten Sleman saat ini memiliki ancaman multi hazard. Ancaman bencana tersebut yaitu hidrometrologis, pancaroba dan Covid-19.
“Untuk antisipasi kami sudah menyiapkan Early Warning System (EWS) di 16 titik dan sensor curah hujan dipuncak Merapi serta 4 titik EWS di area rawan longsor Prambanan,” jelas Makwan.
Makwan menambahkan pihaknya juga sudah mempersiapkan 69 personil meliputi Tim Reaksi Cepat, operator Pusdalop, operator EWS dan logistik yang siap 24 jam mempersiapkan penanganan ancaman bencana hidrometerologis.
Kabid Pengembangan Destinasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Dispar Sleman, Aris Herbandang mengaku dalam mengantisipasi ancaman bencana pihaknya bekerjasama dengan BPBD Sleman dalam melakukan pelatihan mitigasi bencana.
Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kewaspadaan potensi bencana alam bagi pengelola wisata di Kabupaten Sleman.
“Kami sudah menginstruksikan untuk melakukan koordinasi pemantauan cuaca, terlebih destinasi wisata yang rawan ancaman bencana hidrometrologis seperti jeep merapi dan desa wisata yang memiliki susur sungai,” jelas Bandang.
Menurutnya dalam mengantisipasi ancaman bencana, diperlukan kesadaran pengamanan secara kolektif, tidak hanya pelaku wisata namun juga wisatawan. Saat ini penggunaan aplikasi peduliindungi dan penerapan CHSE terus didorong di Kabupaten Sleman. Penggunaan aplikasi ini juga tidak menjadi hambatan karena wisata di Sleman jaraknya dekat dan sudah terkoneksi.
“Apabila pengunjung sudah mencapai batas wisatawan bisa dialihkan di lokasi lainnya,” tambah Bandang. (kab/kus)