SEMANGAT Reira Salsabila (17) pelajar kelas 10 SMK Kesehatan Wonosari (Keswari) bertekad ingin menggapai cita-cita menjadi seorang perawat. Di tengah keterbatasan yang menghimpit keluarganya tak membuat siswi ini patah semangat meneruskan belajar.
Sejak SD, anak kedua dari pasangan Mariyam (48) dan Sadiman (48) bercita-cita menjadi tenaga kesehatan. Remaja yang tinggal di Padukuhan Wareng, Kalurahan Munggi, Kepanewonan Semanu, Kabupaten Gunungkidul ini sering berdiskusi dengan orangtuanya berkaitan dengan keinginannya menjadi seorang perawat.
Sang ibu, Mariyam menceritakan, ia ingin anaknya sekolah di SMK Ma’arif lantaran jarak rumah hanya 500 meter.
Menurutnya keterbatasan keluarga akan jadi kendala jika harus menempuh ilmu di sekolah yang jaraknya cukup jauh.
Ia mengatakan, di Kabupaten Gunungkidul hanya ada dua SMK Kesehatan dan keduanya berada di kota Wonosari. Jarak antara tempat tinggal Zahra panggilan akrabnya sampai kota Wonosari sekitar 7 kilometer. Padahal tak ada angkutan umum yang melalui jalur tersebut, sehingga satu-satunya jalan adalah kendaraan pribadi.
Oleh karena itu, Zahra kecil sudah prihatin dengan selalu mengumpulkan uang jajannya yang ia dapat dari orangtuanya. Tujuannya karena Zahra ingin memiliki motor sendiri sehingga bisa tetap bersekolah di lembaga yang dicita-citakan sebelumnya.
“Zahra sering mendapat uang saku ketika mengajar mengaji di masjid, uang itu lalu dikumpulkan dan tidak pernah dibuatnya jajan,” kata Mariyam pada Kamis, (20/8/2020) sore.
Lebih lanjut Mariyam mengatakan, sejak lulus SD Zahra mengumpulkan uang jajannya. Hingga akhirnya ia bisa membeli sepeda motor bekas dengan harga Rp 3 juta dan mendaftar di SMK Kesehatan Wonosari.
Ia menambahkan, persoalan baru muncul ketika pandemi Covid-19 merebak dan Pemerintah menerapkan Belajar Dari Rumah (BDR). Zahra merasa sulit lantaran ponsel yang ada di keluargnya hanya 1 hp keluaran lama, sehingga tidak memiliki fitur yang layak untuk BDR.
“Saya beli ponsel itu ketika Zahra kelas 8, berarti sudah 3 tahun. Itu saja ponsel bekas,” tambahnya.
Kedua orangtua Zahra berpikir BDR tidak akan berlangsung lama sehingga mereka memutuskan hanya membeli sepeda motor dengan uang tabungan Zahra.
“Pikiran kami itu BDR sudah tidak ada kalau Zahra sudah SMK. Tapi kok malah diperpanjang masanya,” jelasnya.
Mariyam dan suami menjelaskan, lantaran keduanya tidak memiliki pekerjaan akibat pandemi Covid-19, mereka tak bisa berbuat banyak. Meskipun Mariyam banting tulang membantu suami dengan bekerja di Bakpia serta menerima jahitan di rumah dab sang suami sama sekali tidak mendapat penghasilan lantaran selama pandemi Covid-19 tidak ada orang yang memakai jasanya.
Azahra mengaku, ponsel keluarganya digunakan bergantian dengan adiknya yang masih kelas 3 SD.
Mariyam menambahkan, agar anaknya tetap belajar, setiap hari ia harus meminjam ponsel ke tetangga yang berbeda agar tidak selalu merepotkan tetangganya.
“Saya itu harus pinjam ponsel ke 4 orang tetangga. Alhamdulillah semuanya baik, tidak apa-apa kami repotkan,” ungkapnya.
Zahra tidak ingin merepotkan kedua orang tuanya dengan meminta ponsel. Ia mengaku tidak malu jika harus meminjam ponsel ke para tetangganya.
“Tidak apa-apa harus pinjam, dari pada tidak bisa sekolah mengirim pekerjaan, tetangga juga bersedia meminjamkan, dan tidak apa-apa,” ucapnya. (har/Kus)
Discussion about this post