UPAYA SD Negeri Banyuripan, Kenalan, Kalurahan Bangunjiwo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, untuk menumbuhkembangkan budaya literasi terus menerus dilakukan.
Salah satunya dengan kegiatan peluncuran buku karya siswa-siswi, belum lama ini. Dua buku bertajuk “Biwar Sang Penakluk Naga” dan “Laku Karya Dongeng Indonesia” merupakan hasil proses pembelajaran menulis bersama bimbingan mentor menulis.
Peluncuran buku yang dihadiri seluruh wali murid dan para pegiat literasi itu ditandai dengan bincang buku yang berlangsung gayeng.
Menghadirkan narasumber Juwanta, S.Pd (penulis), Asril Novian Alifi (penulis dan konsultan pendidikan), Maya Lestari GF (penulis) dan Yudha Kurniawan (musisi).
Dalam kegiatan yang dipandu Yeti Kartikasari, alumnus Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), terungkap bahwa proses penulisan buku itu membutuhkan waktu kurang lebih tiga bulan.
Semua siswa mulai kelas 1 – 6, berpartisipasi menulis sesuai arahan mentor, Maya Lestari GF. Berprinsip bahwa semua karya baik, Maya yang sudah menulis banyak novel ini bilang tidak ada kesulitan berarti ketika mendampingi para siswa menulis.
Sebelum memulai menulis, lanjut ibu tiga putri ini, siswa distimulasi dengan banyak bacaan dan diskusi untuk menggali ide. “Siswa mau berproses untuk bisa menulis. Mereka juga sabar mengikuti arahan mentor,” lanjutnya.
Sementara itu, Juwanta, S.Pd memaparkan bahwa kegiatan literasi menjadi budaya baik di lingkungan sekolah dan rumah. “Sehingga meningkatkan kapasitas warga dan lingkungan sekolah agar literat,” ungkap Juwanta, Senin (10/10/2022).
Juwanta yang pernah menjadi kepala SD Negeri Banyuripan periode 2018-2022 ini mengatakan, saat ia baru datang ke sekolah tersebut kegiatan literasi belum bergeliat.
Ia lalu berinisiatif menghidupkan aktivitas literasi yang menyenangkan bagi siswa sebagai bagian dari karakter dan budaya sekolah. Di antaranya, mengajak siswa menyimak pembacaan buku, guru bercerita, mengajak siswa ke tempat-tempat bersejarah dan menulis berbagai karya baik cerita maupun puisi.
“Saya bekerja sama dengan banyak teman pegiat literasi untuk hadir di sekolah ini, memberikan pengalaman dan wawasan siswa dan guru berliterasi,” terang Juwanta berbinar.
Tak hanya itu, ia juga secara rutin menghadirkan para traineer untuk meningkatkan kapasitas guru dalam mengajar.
Menghidupkan kegiatan berliterasi sebuah pekerjaan rumah yang berat, penuh tantangan, tapi menyenangkan. “Prosesnya butuh waktu, tapi hasilnya akan terlihat nyata,” jelas Juwanta.
Asril Novian Alifi, menyorot bahwa sekolah yang berkualitas itu tidak bergantung pada mewahnya gedung. “Melainkan peran serta warga sekolah dalam meningkatkan wawasan dan mengembangkan potensi-potensi terbaik dirinya,” kata Asril Novian Alifi.
Dengan blak-blakan Asril mengungkap, sekolah yang baik mewadahi semua potensi siswa tanpa pilih kasih. Baik akademik maupun nonakademik.
“Siswa yang pandai menyanyi, melukis atau dalang dan sebagainya itu sama hebatnya dengan siswa yang pintar matematika atau bahasa Inggris. Semuanya diberikan ruang untuk berprestasi setinggi-tingginya,” terang Asril.
Senada, Yudha Kristiawan menyebut bahwa sekolah memiliki iklim baik untuk mendorong siswa percaya diri dengan bakat dan kemampuan dirinya.
Tentu saja, lanjut pencipta lagu anak-anak ini, perlu adanya bimbingan mentor yang bisa memunculkan dan mengasah bakat para peserta didik.
Sementara itu, salah satu perwakilan siswa, Raffabiano Fatekah Mumtaz bercerita bahwa dalam proses menulis itu ia harus beberapa kali merevisi karyanya. “Tapi saya senang, karena dengan revisi itu, tulisan saya jadi makin baik,” terang murid kelas 6 itu.
Drs Sumar, Kepala SD Negeri Banyuripan mengatakan bahwa pihaknya akan terus merawat dan memelihara budaya literasi yang sudah tumbuh baik di sekolah.
“Kegiatan literasi di sekolah tidak hanya sekadar jargon saja. Tapi jadi budaya dan karakter sekolah,” pungkasnya. (Fan)