PRESIDIUM Pimpinan Nasional Perhimpunan Pergerakan Indonesia atau PPI Sri Mulyono mengatakan, Ketua majelis Tinggi partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY telah merencanakan penguasaan partai itu secara sistematis dan terstruktur.
Menurutnya, penguasaan partai Demokrat ini dimulai dari kriminalisasi menggunakan hukum kekuasaan yang kemudian ditindaklanjuti dengan kudeta terhadap Ketua umum partai Demokrat Anas Urbaningrum pada 8 Februari 2013.
“Sejak saat itu SBY benar-benar berkuasa absolut dan mulai membangun dinasti di partai Demokrat. Kejahatan politik internal ini dulu disaksikan oleh para kader Demokrat,” ujar Sri Mulyono Selasa 16 Maret 2021.
Dijelaskan Sri, seiring berjalannya waktu, publik mulai sadar dan menghukum SBY. Bahwa SBY adalah pembunuh demokrasi dan pengusung dinasti.
Diungkapkan dia, kesadaran sekaligus pelaknatan publik ini diwujudkan dalam bentuk merosotnya elektabilitas partai Demokrat pada pemilu 2014 sebesar 50 persen dari 21 persen menjadi 10 persen.
Padahal saat itu, lanjut Sri, SBY yakin betul bahwa pada akhir 2013 elektablitas partai Demokrat sudah bisa 15 persen dan pada pemilu 2014 akan naik lagi, serta kembali sebagai pemenang pemilu.
Diungkapkan Sri Mulyono, SBY yakin bahwa kalau Demokrat dipegang langsung oleh dirinya sebagai Ketua umum, otomatis akan kembali berjaya. Karena SBY beriman pada kalimat “partai Demokrat adalah SBY dan SBY adalah partai Demokrat”.
“Ada juga petinggi lembaga survei yang melegitimasi hal tersebut. Penghukuman publik terhadap SBY terus berlangsung pada pemilu 2019. Dimana, Demokrat hanya memperoleh suara sekitar 7,5 persen,” ungkapnya.
Dijelaskan Sri, situasi ini tidak cukup menyadarkan SBY, malah dia semakin brutal. SBY memanipulasi sejarah berdirinya partai Demokrat bahwa hanya dia dan Ventje Rumangkang yang mendirikan partai itu. Dimana hal ini dituangkan dalam AD/ART partai Demokrat versi Kongres hotel Sultan pada Maret 2020.
“Tidak cukup sampai disitu, dalam Kongres tersebut SBY juga mengkooptasi Demokrat secara absolut dengan merubah AD/ART pada pasal 17 tentang Majelis Tinggi. Partai Demokrat adalah Saya (SBY),” ucapnya.
Loyalis Anas Urbaningrum ini mencontohkan, kekuasaan absolut itu digunakan untuk menarik upeti dari kader-kader di daerah. Kekuasaan absolut adalah nyata-nyata musuh demokrasi.
Kata Sri, SBY telah melawan takdir demokrasi dengan membangun dinasti di partai Demokrat.
“Kini SBY dan partai Demokrat bukan hanya dibenci oleh publik tapi juga oleh para kadernya sendiri. Partai Demokrat terancam punah jika terus mengamini atau ikut saja model dinasti yang anti demokrasi itu,” jelasnya.
Sri Mulyono mengingatkan, jika para kader Demokrat masih mempertahankan dinasti Cikeas menguasai maka menjadi monumen sejarah yang buruk. Ini yang disebut tragedi didalam partai Demokrat.
“Sebelum tragedi ini benar-benar menjadi nyata, sadarlah dan lakukanlah sesuatu untuk mengembalikan Demokrat sebagai milik seluruh anggotanya dan seluruh rakyat. Jangan mau diperdaya oleh keluarga SBY yang haus kuasa itu,” demikian Sri Mulyono. (daf/tia)
Discussion about this post