Sardjito Eye Center RSUP Dr Sardjito Gelar Baksos

Tetap Mengabdi di Tengah Pandemi Covid-19

DITJEN Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI memprioritaskan penanggulangan untuk empat kondisi tersering yang menyebabkan gangguan penglihatan di Indonesia saat ini yakni katarak, gangguan refraksi, glaukoma dan retinopati diabetik.

Guru Besar Ilmu Kesehatan Mata UGM, Prof dr Suhardjo, Sp.M(K), menekankan pentingnya upaya deteksi dini agar kondisi tersebut dapat segera ditanggulangi. “Dan terapi mampu memberikan hasil maksimal,” kata Prof Dr Suhardjo, Sp.M(K), Rabu (10/3/2021), didampingi dr Tatang Talka Gani, Sp.M(K) yang ahli glaukoma dan dr Firman Setya Wardhana, Sp.M(K), M.Kes yang ahli retina.

Dikatakan ahli oftalmologi komunitas ini, Pekan Glaukoma Sedunia 2021 bertemakan “The World is Bright, Save your Sight!” membawa pesan agar masyarakat tidak ragu memeriksakan kondisi mata secara reguler sebelum terjadi gangguan penglihatan.

Bagi Suhardjo, glaukoma dikenal sebagai pencuri penglihatan. “Karena kondisi ini merusak mata secara perlahan dan permanen bahkan sebelum ada gangguan yang dirasakan penderita,” tandasnya.

Data dari International Diabetes Federation pada tahun 2019 menunjukkan, Indonesia adalah negara dengan jumlah penderita diabetes mellitus terbanyak ke tujuh di dunia, yakni sebanyak 10.681.400 orang penderita.

Prevalensi retinopati diabetika adalah sekitar 35 persen dari seluruh penderita diabetes mellitus dan 12 persen di antaranya terancam mengalami kebutaan, yang sebenarnya dapat dicegah.

“Deteksi dini berupa pemeriksaan mata berkala pada setiap pasien diabetes akan menyelamatkan penglihatan,” terang Suhardjo.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan pada survei tahun 2014-2016 mendapati penyebab utama kebutaan dan gangguan penglihatan terbesar pada penduduk di atas 50 tahun di Indonesia adalah katarak yang perlu dioperasi (77,7 persen).

Seiring naiknya angka harapan hidup, jumlah penderita katarak pun makin bertambah. Prof dr Suhardjo menyatakan, tidak semua penderita katarak memiliki dana atau jaminan kesehatan.

Insidensi katarak adalah sebesar 1 per 1000. Artinya, di Indonesia terdapat 270 ribu penderita kebutaan katarak yang baru setiap tahunnya.

Jika jumlah katarak yang dioperasi setiap tahun kurang dari 270 ribu, maka akan terjadi backlog penyandang buta katarak.

Berkaitan hal itu, Departemen Ilmu Kesehatan Mata FKKMK UGM Yogyakarta, Sardjito Eye Center RSUP Dr Sardjito Yogyakarta dan RSUD Wates akan mengadakan bakti sosial, meliputi kegiatan webinar glaukoma, deteksi dini retinopati diabetes dan operasi katarak gratis.

Kegiatan itu dalam rangka memperingati Dies Natalis ke-75 Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta dan Pekan Glaukoma Sedunia 2021.

Puncak perayaan yang jatuh pada Hari Glaukoma Sedunia pada 12 Maret 2021, RSUP Dr Sardjito Yogyakarta akan menggelar webinar glaukoma live pukul 09.00-10.30 WIB. Webinar glaukoma akan ditayangkan secara terbuka untuk masyarakat umum.

Untuk operasi katarak gratis akan dilaksanakan pada 27 Maret 2021 di Kamar Bedah Mantap RSUP Dr Sardjito Yogyakarta.

Rangkaian kegiatan bakti sosial ditutup dengan acara deteksi dini retinopati diabetika pada 20 Maret 2021, merupakan hasil kerjasama antara Departemen Ilmu Kesehatan Mata FKKMK UGM, RSUP Dr Sardjito dengan RSUD Wates, yang dilaksanakan gratis oleh tim dokter Sardjito Eye Center di Aula RSUD Wates.

Seluruh rangkaian acara bakti sosial tidak memungut biaya dan tetap mematuhi protokol kesehatan berupa pemakaian masker, arahan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, mengurai kerumunan dan tetap menjaga jarak untuk semua pihak yang terlibat.

Khusus peserta bakti sosial operasi katarak akan menjalani swab antigen gratis sebelum operasi. Penjaringan pasien operasi katarak dilakukan oleh tim dokter Sardjito Eye Center bekerjasama dengan relawan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Gunung Kidul pada 6 Maret 2021 di Kantor Kecamatan Wonosari, Gunung Kidul.

Kegiatan bakti sosial operasi katarak gratis ini ditujukan bagi masyarakat kurang mampu yang belum memiliki jaminan kesehatan (keluarga harapan) atau kendala lainnya dalam mengakses layanan pengobatan katarak.

Bakti sosial operasi katarak masih dibutuhkan di suatu daerah. Dan kegiatan bakti sosial operasi katarak gratis memberi solusi untuk keluarga harapan agar memiliki penglihatan bebas katarak sehingga mereka dapat kembali produktif, mandiri dengan kualitas hidup yang meningkat.

Prof Suhardjo berharap, seluruh rangkaian baksos ini dapat membuka wawasan tentang glaukoma, katarak dan retinopati diabetika. “Sehingga masyarakat semakin waspada dalam memelihara fungsi penglihatan,” tandasnua.

Adapun upaya yang dapat dilakukan, seperti dikatakan Prof Dr Suhardjo, adalah melalui pemeriksaan mata berkala. “Bahkan sejak sebelum timbul gangguan penglihatan,” papar Prof dr Suhardjo. (Fan)

Exit mobile version