ORMAS Gerakan Pembaharuan Indonesia (GPI) Kalimantan Selatan menemukan maraknya peredaran rokok yang disinyalir ilegal. Peredaran dugaan rokok ilegal tersebut ditemukan di kios-kios kecil di wilayah hukum Kalimantan Selatan.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Tim investigasi ormas Gerakan Pembaharuan Indonesia Kalimantan Selatan, Musnam Selasa (21/9/2021).
“Kita mendapatkan ratusan kios-kios kecil di Kalsel ini mereka menjual rokok berbandrol cetakan biasa tanpa bea cukai. Rokok ini sudah masif beredar dengan jumlah rata-rata diatas 7 persen,” ucap Musnam.
Menurut Musnam, peningkatan peredaran rokok ilegal di Kalimantan Selatan ini dipicu oleh indikasi adanya koordinasi pihak pelaku usaha tersebut dengan sejumlah oknum petugas negara.
Diketika sejumlah awak media menanyakan, siapa saja yang terlibat di dalam koordinasi atas maraknya peredaran rokok ilegal tersebut? Musnam menanyakan balik, bahwa anda-anda sekalian pasti mengetahuinya siapa mereka yang terlibat di dalam koordinasi sehingga mulus nya peredaran rokok ilegal di wilayah hukum Kalimantan Selatan.
“Mengenai dugaan rokok ilegal hasil investigasi yang didapatkan organisasi GPI Kalsel ini adalah rokok dengan merk CRONOS, NAXAN, BOSSINI, PATRIOT dan banyak lagi yang tidak perlu saya sebutkan,” ujar Musnam.
Musnam membeberkan, bahwa ia mengaku sudah mengetahui siapa distributor, gudang dan pabriknya. “Kita sudah mengetahui siapa pelaku usahanya, bahkan gudangnya kita ketahui, yang jelas di Kalsel lah, dan pabriknya di Jawa Timur. Dalam waktu dekat kita akan melaporkan temuan ini ke Krimsus Polda Kalsel jika perlu kita akan terbang ke Mabes Polri dan kantor Bea Cukai,” ucapnya dengan tegas.
Pengamat hukum dan dosen fakultas hukum Universitas Islam Kalimantan (UNISKA), Aspihani Ideris menyayangkan atas maraknya beredar rokok ilegal tersebut di Kalimantan Selatan.
“Dengan beredarnya rokok ilegal ini, sangat jelas perbuatan pengedar dan pemasok membuat pajak cukai kecolongan dan negara sangat dirugikan,” katanya, Senin malam (20/9/2021) kepada awak media ini via call WhatsApp.
Sangat disayangkan, kata Aspihani, padahal, pemerintah sebenarnya menargetkan peredaran rokok ilegal tersebut harus dilimit di bawah 3 persen.
Untuk mengurangi peredaran rokok ilegal di Kalimantan Selatan ini, harap Aspihani, aparat kepolisian harus bekerjasama dengan petugas bea cukai melakukan tindakan kelapangan. Karena dengan terjun kelapangan kata dia, setidaknya dapat meminimalisir peredaran rokok ilegal tersebut.
Berbicara masalah sanksi, Aspihani menegaskan bahwa sanksi pidana itu pasti ada. Pengedar dan penjual kedua-duanya adalah perbuatan melanggar hukum.
“Pengedar ataupun penjual rokok ilegal itu, adalah sebuah perbuatan pelanggaran yang dapat berpotensi sebagai pelanggaran tindak pidana” tegas Ketua Umum Perkumpulan Pengacara dan Penasehat Hukum Indonesia (P3HI) ini.
Pasal 54 Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, jelas Advokat/Pengacara nasional ini, “Setiap orang yang menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan untuk dijual barang kena cukai yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati pita cukai atau tidak dibubuhi tanda pelunasan cukai lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.”
Pasal 56 berbunyi: “Setiap orang yang menimbun, menyimpan, memiliki, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang kena cukai yang diketahuinya atau patut harus diduganya berasal dari tindak pidana berdasarkan undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar, tukasnya.