BANJIR besar di Kalimantan Selatan (Kalsel) berbuntut panjang, seratus tokoh aktivis LSM, dan masyarakat dibantu puluhan advokat dari Perkumpulan Pengacara dan Penasehat Hukum Indonesia (P3HI) berencana melakukan gugatan class action.
“Ya benar, 100 pimpinan LSM dan masyarakat Kalsel akan melakukan gugatan class action atas banjir yang terjadi. Gugatan ini dibantu oleh sekitar 50 advokat dari P3HI,” kata Aliansyah S.Pd.I Sabtu (30/1/2021) saat ditemui disebuah cafe di Kertak Hanyar.
Menurut tokoh LSM Kalsel yang gencar berdemo ini, dasar wacana gugatan class action tersebut dikarenakan dampak banjir di Kalsel menimbulkan kerugian yang cukup besar.
“Kerugian yang banyak adalah dari segi materiil, namun juga sangat merugikan dari segi immaterial. Bahkan banjir ini juga menimbulkan korban jiwa,” ucapnya.
Mengapa pihaknya berencana menggugat class action, hal ini menurut Ali, dikarenakan akibat banjir tersebut masyarakat mengalami kerugian yang luar biasa.
“Harta benda mereka banyak yang rusak bahkan puluhan nyawa pun melayang sia-sia. Kebun, persawahan, dan peternakan mereka hancur seperti ribuan keramba ikan warga hancur hingga ikan-ikannya hilang percuma, serta infrastruktur jalan dan jembatan pun banyak yang rusak akibat terjangan air banjir ini.” ujar Aliansyah.
Senandung nada, Bahrudin mengatakan, banjir yang melanda Kalimantan Selatan tesebut berdampak merosotnya perekonomian masyarakat Banua.
“Kedalaman air berdampak masyarakat tidak bisa bekerja, rumah tinggal mereka teggelam dan tidak bisa ditempati. Dari dari 11 kabupaten/kota yang terpapar banjir, sedikitnya ada delapan ratus jiwa warga Kalsel yang dirugikan,” ucap Udin Palui panggilan akrabnya Bahrudin.
Udin Palui mensinyalir, Banjir besar yang terjadi di Kalsel ini adalah tidak hanya ulah pengusaha tambang berizin, maraknya aktivitas ellegal mining dan perkebunan kelapa sawit juga ikut bagian dari penyebabnya.
“Akibat maraknya dunia pertambahan di Banua tidak mematuhi aturan, hingga terciptanya ratusan ribu lubang-lubang bak danau tak bertuan. Pemerintah tidak mengantisipasinya terlebih dahulu, terbukti tidak ada peringatan dini dari pemerintah sehingga berdapak seperti ini, bencana banjir menggulung bumi Lambung Mangkurat, sehingga wajar kami-kami mengugat class action,” celutusnya.
Udin Palui sedikit membeberkan, upaya class action yang akan dilakuan adalah upaya mencari dan membuktikan bahwa keadilan itu masih ada.
“Insya Allah Senin mendatang ini, berkas gugatan class action akan kami daftarkan di beberapa pengadilan negeri di Kalimantan Selatan, tentunya selain institusi pemerintah, sejumlah perusahaan pertambangan menjadi sasaran utama kami,” ungkap Bahrudin.
Ketua Umum P3HI, Aspihani Ideris mengatakan, dampak banjir besar di Kalsel ini menjadikan dasar LSM melakukan gugatan class action.
Dikatakan tokoh LSM senior Kalsel ini, hingga sekarang, pihaknya masih melakukan koordinasi terkait langkah-langkah yang akan diambil atas upaya gugatan class action tersebut.
“Kita sudah investigasi disejumlah perusahaan tambang batubara, dan kita pun sudah membuat kesepakatan dengan LSM-LSM di Kalsel. Besok kita gelar perkaranya, sekaligus membuat surat kuasa dan sekaligus membuat isi gugatan class action tersebut,” ucap Aspihani diiyakan oleh Sekjen P3HI, Wijiono saat pertamuan dengan sejumlah tokoh LSM Kalsel, Sabtu, (30/1/2021).
Pertamuan tersebut, menurut dosen hukum di Universitas Islam Kalimantan (UNISKA) ini disepakati, sejak hari ini (red Sabtu, 30 Januari 2021) pihaknya menghimpun data korban banjir melalui posko persiapan gugatan class action banjir besar Kalsel 2021.
“Pengaduan anda-anda korban banjir besar di Kalsel ini bisa menghubungi kami di 0811506881. Motto kami adalah Selamatkan bumi borneo dari tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab,” kata Aspihani.
Yang perlu dicatat, ujar Aspihani, gugatan class action ini tidak hanya ditujukan kepada sejumlah perusahaan saja. Melainkan juga terhadap sejumlah institusi pemerintah yang berkaitan dengan banjir besar di Kalimantan Selatan.
“Sebagai seorang yang berpofisi sebagai advokat, kita bertindak profesional saja. Artinya kita menjalankan tugas yang diberikan oleh klien kami sendiri. Institusi manapun yang diminta oleh klien untuk dimasukkan didalam gugatan, kami harus manut,” jelasnya.
Intinya class action ini bertujuan, agar masyarakat khususnya para korban banjir memahami bahwa harus ada yang bertanggung jawab atas kerugian yang mereka alami.
“Semoga dengan dilaksanakannya class action ini menjadikan pelajaran berharga bagi kita semua, agar dalam melakukan aktivitas pertambangan harus ramah lingkungan dan mematuhi aturan-aturan yang ada,” tukasnya.
Aspihani pun berharap kesadaran masyarakat di Banua Kalimantan pada khususnya dan di Indonesia umumnya, untuk mencari keadilan dari kerugian yang dialami bisa juga bisa dilakukan. Dan sebagai pembuktian bahwa hukum itu adalah panglima sehingga hukum dan keadilan masih ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia. (asp/zil)