RENCANA Menteri Agama Fachrul Razi yang akan memberlakukan program dai atau penceramah bersertifikat menuai kontroversi. Persaudaraan Alumni 212 (PA 212) misalnya, pihaknya menuding Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi punya misi terselubung dalam program standarisasi dai yang telah digelar dua kali selama bulan November 2019. Dai-dai yang sudah mengikuti program tersebut akan mendapat sertifikat untuk berdakwah.
Juru Bicara PA 212 Haikal Hassan mempertanyakan tujuan program tersebut. Dia juga meragukan efektivitas standarisasi dai yang hanya digelar selama satu hari di Jakarta.
“Sebenarnya apa semuanya ini? Kita lihat hasilnya ke depan. Jadi kalau sekarang penuh dengan agenda-agenda, hidden agenda, baik dilakukan MUI maupun Menag,” kata Haikal belum lama ini.
Terpisah, Ketua Relawan Jokowi atau RèJO Bidang Hubungan Antar Lembaga, kyai Ahmad Gufron, mengatakan, sertifikasi dai yang akan diterapkan Kementerian Agama kurang tepat.
“Standarisasi dai biasanya dilihat oleh masyarakat karena banyak latar belakang. Misalnya, latar belakang pendidikan, agama, ketokohannya, kelompoknya, golongannya serta popularitasnya saja,” kata kyai Gufron Sabtu 15 Agustus 2020.
Menurutnya, peran pemerintah sebenarnya cukup memantau para dai atau penceramah dadakan. Sehingga, para dai itu bisa menyebarkan syiar agama Islam secara benar.
“Dai yang mempunyai narasi intoleran, memecah belah umat dan masyarakat untuk kepentingan kelompok radikal guna mengarah pada terorisme ini harus dipantau oleh pemerintah,” ujarnya.
Kyai Gufron menyarankan, agar persoalan dai bersertifikat diserahkan kepada ormas-ormas Islam atau masjid. Bukan dilegalisasi oleh pemerintah.
“Jangan sampai sertifikat dai ini terkesan jadi ‘ladang bisnis’. Sehingga muncul persepsi ada dai halal dan dai haram,” tegasnya.
Dirinya khawatir nantinya akan ada dikotomi sehingga bisa merugikan umat Islam sendiri. “Meskipun pemerintah tidak memaksakan adanya program sertifikasi dai ini”.
Seharusnya, lanjut kyai Gufron, pemerintah terus melakukan sosialisasi dan cara pandang Islam secara moderat. Yakni, Islam yang rahmatan lil alamin.
“Ini yang harus terus disosialisasikan oleh pemerintah. Jadi agama Islam yang sejuk dan menyejukkan,” kata Gufron.
Saat ini, masih menurut kyai Gufron, peran pemerintah untuk melakukan sosialiasi tentang Islam yang rahmatan lil alamin belum sampai tingkat tingkat bawah.
“Sementara ini pemerintah belum melaksanakan kampanye program ini sampai dilapisan masyarakat bawah Harusnya pemerintah terus menggalakan ini,” pungkasnya.
Diketahui, Kementerian Agama segera menggulirkan program dai bersertifikat dalam waktu dekat. Menteri Agama Fachrul Razi menegaskan program tersebut sudah dibahas oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin.
“Kemenag pada tri wulan ketiga ini akan punya program dai bersertifikat. Ini sudah dibahas bersama dalam rapat dengan Wapres,” kata Fachrul dalam keterangannya dikutip dalam situs Kemenag, Kamis (13/8).
Lebih lanjut, Fachrul menegaskan program tersebut bertujuan untuk mencetak dai yang berdakwah di tengah masyarakat tentang Islam rahmatan lil alamin. Ia pun berharap ke depannya masjid-masjid bisa diisi oleh para dai-dai bersertifikasi.
Fachrul berharap, masjid nantinya tidak hanya sekadar menjadi sarana sebarkan iman dan takwa. Lebih dari itu, masjid bisa dijadikan sarana menguatkan kerukunan bangsa.
“Masjid bisa diisi para dai itu untuk mendakwahkan Islam yang damai dan penuh toleran,” kata Menag. (tan/fia)