PRESIDEN Prabowo Subianto memimpin rapat terbatas bersama sejumlah menteri Kabinet Merah Putih di Istana Merdeka, Jumat (13/12/2024). Rapat tersebut membahas sejumlah isu, termasuk pemberian amnesti kepada narapidana tertentu, yang dilakukan atas dasar kemanusiaan, mengurangi kelebihan kapasitas lapas, dan untuk mendorong rekonsiliasi di beberapa wilayah.
Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, menjelaskan bahwa pemberian amnesti ini mencakup beberapa kategori narapidana. Saat ini, pihaknya juga sedang melakukan asesmen dengan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan.
“Beberapa kasus yang terkait dengan kasus-kasus penghinaan ataupun ITE yang terkait dengan kepala negara itu presiden meminta untuk diberi amnesti. Kemudian ada juga beberapa kasus yang terkait dengan orang yang sakit berkepanjangan,” jelas Supratman dalam keterangan pers kepada awak media usai rapat di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta.
Menurut Supratman, kasus penghinaan terhadap kepala negara melalui Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) menjadi salah satu prioritas dalam pemberian amnesti. Selain itu, pemerintah juga memberikan perhatian khusus terhadap kasus-kasus ringan di Papua.
“Ada kurang lebih 18 orang, tetapi yang bukan bersenjata. Ini menjadi bagian dari upaya rekonsiliasi terhadap teman-teman di Papua,” ucapnya.
Supratman menyebutkan, data sementara dari Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) mencatat ada sekitar 44 ribu narapidana yang berpotensi diusulkan untuk mendapat amnesti. Namun, terkait jumlah pastinya masih dalam proses klasifikasi dan asesmen.
“Prinsipnya, Presiden setuju untuk pemberian amnesti. Tapi selanjutnya kami akan meminta pertimbangan kepada DPR. Apakah DPR nanti dinamikanya seperti apa? Kita tunggu setelah resmi kami mengajukannya kepada parlemen untuk mendapatkan pertimbangan,” jelasnya seperti dikutip laman Setkab.
Langkah pemberian amnesti ini mencerminkan komitmen pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Selain mengedepankan nilai kemanusiaan, kebijakan ini diharapkan dapat mendorong stabilitas sosial di berbagai wilayah, termasuk Papua.
“Ini upaya itikad baik bagi pemerintah untuk mempertimbangkan bagaimana kemudian Papua bisa menjadi lebih tenang dan sebagainya. Ini itikad baik pemerintah untuk itu,” pungkas Supratman. (far/dal)