FAKULTAS Hukum Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta mendapat kehormatan besar bisa menghadirkan pakar hukum siber internasional, Dr Sonny Zulhuda, meski hanya melalui virtual Zoom Meeting.
Sonny Zulhuda yang kelahiran Indonesia dan kini Associate Professote at International Islamic University Malaysia (IIUM), memberikan penjelasan mengenai perkembangan teknologi informasi dalam orasi ilmiah dan closing ceremony Milad ke-24 FH UAD di Ruang Amphitarium Kampus Utama UAD, Jl Jenderal Ahmad Yani, Ringroad Selatan, Kragilan, Tamanan, Kapanewon Banguntapan, Kabupaten Bantul, Sabtu (11/12/2021).
Assoc Prof Sonny Zulhuda, LLM, Ph.D, memberikan orasi ilmiah pada Milad ke-24 FH UAD dengan tema “The Urgency of Personal Data Protection Law in Digital Technology Era” (penguatan sistem hukum di era teknologi digital) yang diadakan FH UAD berkolaborasi dengan BEM FH UAD.
Bagi Sonny, mengikuti perkembangan teknologi, maka perlu dilakukan secara disruptif atau disruptive approach dalam mengatur penggunaan teknologi informasi.
Orang Indonesia yang menjadi dosen di IIUM dan Ketua PCIM Malaysia serta Penasihat Kantor Komisioner Perlindungan Data Malaysia mengatakan, pengendali data perlu melapor bila data pribadi bocor.
Menurutnya, pelaporan itu penting untuk memberikan peluang kepada setiap individu terdampak agar waspada. “Dan mengambil tindakan pengamanan pribadi mengantisipasi kemungkinan penyalahgunaan data,” paparnya.
Apa yang telah disampaikan Sonny Zulhuda, Dekan FH UAD Rahmat Muhajir Nugroho, SH, MH, berharap bisa memberikan pencerahan tentang pentingnya perlindungan hukum data pribadi warga masyarakat yang selama ini tidak terlindungi secara maksimal.
“Dan sering terjadi kebocoran serta disalahgunakan untuk berbagai kepentingan, baik ekonomi maupun politik,” kata Rahmat Muhajir Nugroho.
Sampai hari ini, kata Rahmat, RUU PDP (Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi) belum juga disahkan. Meskipun sudah diusulkan sejak tahun 2012 dan mandeg di DPR RI.
Sementara, kasus-kasus penyalahgunaan data pribadi semakin marak terjadi. Setidaknya ada 6 insiden kebocoran yang pernah terjadi di Indonesia: kebocoran data electronic Heart Alert Card (e-HAC), kebocoran data BPJS, kebocoran data Cermati dan Lazada, kebocoran data nasabah BRI Life, kebocoran data Tokopedia, kebocoran data KPU.
Oleh karena itu, kata Rahmat, sangat urgen untuk segera diatur tentang Undang-undang perlindungan data pribadi agar privasi setiap orang yang merupakan bagian dari HAM (the right to privat life) dapat terproteksi.
Saat ini, pengaturan PDP tersebar ke dalam 32 UU, tentu tidak efektif.
Misalnya, dalam hal penyalahgunaan data pribadi di dalam layanan e-commerce setidaknya diatur oleh Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (UU Telekomunikasi), Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen) dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (UU Perdagangan).
Kata Rahmat, dibutuhkan UU PDP yang fokus melindungi data pribadi warga masyarakat seperti halnya Malaysia yang sudah mempunyai Personal Data Protection Act 2010 (PDPA 2010) dan berbagai peraturan Perundang-undangan lainnya.
Oleh karena itu, perlu belajar dari pakarnya langsung dari Malaysia, yaitu Prof Sonny. Beliau orang Indonesia yang menjadi dosen di IIUM dan Ketua Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Malaysia.
Ke depan, Muchlas berharap hukum dan teknologi harus bersinergi untuk merumuskan kerja kolaborasi. “Karena satu sisi teknologi memudahkan pekerjaan manusia dan pada sisi yang lain teknologi juga memiliki dampak buruk bagi kehidupan manusia yang perlu diantisipasi,” kata Muchlas.
Menurut Muchlas, FH UAD memiliki potensi sumber daya manusia dan teknologi yang cukup untuk melakukan aktivitas catur dharma perguruan tinggi di bidang hukum dan teknologi.
Menyinggung PT Halolawyer Indonesia, sebuah aplikasi yang menawarkan platform konsultasi dan advokasi hukum melalui internet, Muchlas sangat mengapresiasi. “Hal itu memudahkan calon klien untuk mendapatkan jasa advokat,” tandasnya.
Rektor UAD juga berharap kepada FH UAD untuk terus meningkatkan kualitas dan kuantitas dosen agar kualitas lulusan bisa terserap di berbagai profesi dan bidang pekerjaan. (Fan)