Perhimpunan Advokat Prodem Tolak Pengesahan RUU KUHP

Agus Rihat Manalu. @ foto Istimewa

DEWAN Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) resmi mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi Undang-Undang dalam rapat paripurna ke-11 yang digelar pada, Selasa, 6 Desember 2022 silam.

Perhimpunan Advokat Pro Demokrasi (PAPD) menyikapi atas di sahkannya Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) menjadi Undang Undang yang telah di sahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).

Direktur Eksekutif PAPD Agus Rihat P Manalu mengatakan, ketika RUU KUHP di sahkan menjadi Undang-undang terkesan dipaksakan dan akan menjadikan banyak penafsiran hukum baru karena jauh dari asas hukum yang berkeadilan, bermanfaat dan berkepastian hukum.

“Dengan disahkan RUU KUHP menjadi Undang-Undang terlihat sangat dipaksakan, mengapa demikian karena konstruksi hukum dalam RUU KUHP jauh dari asas hukum yang berkeadilan, bermanfaat dan berkepastian hukum. Dan lagi ini akan banyak menimbulkan multitafsir dan akan rancu,” katanya, Sabtu 9 Desember 2022.

Lebih lanjut Rihat, sapaan akrabnya menambahkan, PAPD dengan tegas mengecam atas disahkannya RUU KUHP menjadi Undang-Undang yang telah di sahkan oleh DPR RI dan meminta DPR RI untuk membatalkan pengesahan RUU KUHP.

“PAPD dengan tegas menolak di sahkannya RUU KUHP menjadi Undang-Undang, karena dengan disahkannya RUU KUHP menjadi Undang-Undang rentan dengan pelanggaran hak asasi manusia dan jauh dari harapan rakyat karena dapat merubah Indonesia yang merupakan negara hukum (rechtaat) menjadi negara berdasarkan kekuasaan (machtstaat), ” jelasnya.

Selain itu, Rihat juga menilai bahwa Pengesahan RUU KUHP lebih kepada kepentingan politik kekuasaan yang cenderung oligarkhi daripada kebutuhan atas pembaruan hukum. Menurutnya dalam pasal – pasal yang terdapat dalam RUU KUHP banyak yang seperti pasal karet dan jauh dari logika hukum.

“Dalam RUU KUHP ada pasal – pasal yang jauh dari logika hukum, cenderung melanggar hak asasi manusia, memangkas kebebasan berpendapat dan berdemokrasi, serta bisa dikatakan memberi ruang kepada koruptor untuk tidak takut korupsi karena hukuman bagi koruptor diperingan. Oleh karena itu ti
dak ada alasan untuk tidak dibatalkannya pengesahaan RUU KUHP menjadi UU bagaimanapun caranya, dan ini menjadi PR bagi seluruh rakyat Indonesia,” pungkasnya. (gaf/zil)

Exit mobile version