SIDANG sisi kedua yang di pimpin hakim Andi Rachmad Sulistiyanto, mendudukan terdakwa SHS orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) perkara dugaan pelanggaran Undang-undang Narkotika di Pengadilan Negeri Marabahan Kabupaten Barito Kuala Kalimantan Selatan berujung pembacaan Eksepsi atas tuntutan Jaksa dari Kejaksaan Negeri Marabahan berlangsung secara virtual online via zoom.
“Sidang ini cukup lama loh!!! hampir berlangsung dua jam. Dalam eksepsi sebanyak 17 halaman yang kami sampaikan meminta majelis hakim untuk menolak dakwaan jaksa dan membebaskan status terdakwa klien kami,” kata Wijiono, kuasa hukum SHS, Kamis (22/7/2021).
Menurut Sekretaris Jenderal Perkumpulan Pengacara dan Penasehat Hukum Indonesia (P3HI) ini, semua dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang dilayangkan tersebut jelas-jelas tidak mendasar dan terkesan tergesa-gesa.
“Dakwaan JPU itu sepertinya tidak mendasar dan pembuatannya tanpa kajian sama sekali, sekedar kami sampaikan bahwa terdakwa adalah orang sedang gangguan jiwa alias tidak psikologisnya tidak normal,” ucap Wijiono.
Didampingi sejumlah rekannya sesama advokat P3HI, Wijiono membeberkan, bahwa sejak perkara tersebut di kepolisian sudah tidak mendasar.
“Kami menduga kuat, penangkapan terhadap klien kami adalah sandiwara, karena klien kami adalah dikorbankan oleh bandar narkoba yang terkesan sudah terencana dengan rapi serta profesional. Bahkan kami sesalkan dakwaan jaksapun tergesa-gesa dan mengesampingkan praduga tak bersalah. Ini pertama kalinya saya sebagai pengacara orang yang tidak waras dan inipun merupakan lembaga pengadilan pertama yang mengadili orang gila,” tukas Mas Wiji panggilan akrabnya.
Pengacara lainnya, H Aspihani Ideris, SH, MH mengatakan, dalam eksepsi yang di sampaikan tersebut bertujuan mengungkap kebenaran dan dengan harapan menyadarkan penegak hukum, bahwa dalam memutus sebuah perkara harus berlandaskan keadilan dan kebenaran.
“Dengan eksepsi ini, kita berharap JPU jangan asal dakwa terhadap terdakwa, begitu juga dengan hakim harus memutus sebuah perkara dengan perasaan serta kebenaran. Kita inginkan hukum itu adalah panglima,” kata Aspihani kepada sejumlah awak media seusai sidang visual online via zoom di Banjarmasin, (22/7/2021).
Dosen Fakultas Hukum UNISKA Banjarmasin ini menegaskas bahwa tugas hakim tersebut harus memutus berdasarkan ketuhanan yang maha esa dan keadilan yang hakiki.
“Berlaku adil itu adalah diantara satu perintah Allah yang harus dilakukan setiap manusia, terkhusus terhadap hakim dalam memutus sebuah perkara,” ujar Aspihani ini.
Mengutif firman Allah SWT, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia, supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. An-Nisa: 58)
Disisi lain, Aspihani yang merupakan tokoh pergerakan Kalimantan ini mendalilkan sebuah hadis yang riwayatkan Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah, bahwa para hakim itu katanya hanya tiga orang.
“Hakim itu tiga orang, Satu di surga dan dua lainnya di neraka. Seorang yang di surga adalah hakim yang mengetahui kebenaran, lalu menetapkan hukum dengan kebenaran. Kelak ia di tempatkan di surga. Seorang lagi, hakim yang mengetahui kebenaran, tapi culas. Ia tidak menetapkan hukum berdasarkan kebenaran. Maka ia bakal di neraka. Yang satu lagi, hakim yang bodoh, tidak tahu kebenaran, dan menetapkan hukum atas dasar hawa nafsu. Ia juga di tempatkan di neraka,” tukasnya. (asp/zil)