USAHA Kecil Menengah (UKM) di Indonesia menjadi salah satu sektor usaha yang terdampak pandemi COVID-19. Tak terkecuali pada pelaku UKM belut di Pusat Kuliner Belut Godean, Sleman.
Pusat Kuliner Belut Godean yang menjadi salah satu kuliner khas Kabupaten Sleman ini mengalami penurunan jumlah pembeli.
Diakui Parjiyem, salah satu pedagang yang menjabat sebagai Ketua Paguyuban Harapan Mulya, situasi pandemi saat ini terasa berat bagi pedagang anggota paguyuban tersebut.
“Kami pedagang merasa prihatin, soalnya pembelinya jarang ada. Mungkin hari-hari biasa ada 1-10 orang, cuma itu orang lokal aja,” ucapnya, ketika ditemui di Pusat Kuliner Belut Kapanewon Godean, Kabupaten Sleman, kwmarin.
Sebelum wabah ini melanda, rata-rata kripik belut yang terjual bisa mencapai lima kilogram dengan harga Rp 150.000 hingga Rp 160.000 per kilo.
Akan tetapi selama pemberlakuan Pembatasan Berskala Besar (PSBB) dan larangan mudik saat ini, para pedagang hanya dapat menjual rata-rata dua kilogram dengan pemasukan yang tak tentu.
“Biasanya orang mudik kalau beli buat oleh-oleh bisa beberapa kilo, kalau lokal paling banyak dua sampai tiga kilo. Kalau dibandingkan sebelum pandemic bisa turun hampir 80%,” ujar Parjiyem.
Meskipun pusat kuliner tersebut menjadi tempat transit Trans Jogja, namun hal tersebut tidak mempengaruhi peningkatan jumlah pembeli kripik belut.
Terkait hal itu, mengingat situasi pandemi ini tak tentu maka para pedagang seakan diharuskan putar otak melakukan berbagai cara guna bertahan dalam sektor ini.
Parijiyem menyampaikan, upaya jemput bola menjadi strategi yang paling banyak dipilih para pedagang. Walaupun para pedagang belut kini mulai melayani pembeli dengan sistem Cash on Delivery (COD), akan tetapi jangkauan layanan tersebut hanya sekitar Godean saja.
“Kalau kebetulan pedagang punya tengkulak yang sudah langganan bisa buat putar pemasukan. Tapi kalau kita cuma nunggu pengunjung di sini jelas susah. Pembeli langganan luar kota juga minta dipaket,” tambahnya.
Guna mendukung pedagang belut, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sleman pada dasarnya telah memberikan pelatihan jualan online selama dua kali.
Akan tetapi, pelatihan tersebut dirasa kurang efektif bagi pedagang. Hal tersebut dikarenakan para pedagang didominasi lulusan sekolah menengah yang cenderung kurang menguasai teknologi.
Untuk itu, Parjiyem mewakili para pedagang berharap adanya dukungan dari pemerintah daerah kembali.
“Mudah-mudahan Dinas bisa membantu memasarkan produk lebih luas, sehingga omzet kami bisa membaik. Terlebih semoga pandemi ini cepat selesai dan jualan bisa kembali normal lagi,” pungkasnya.
Kondisi para pedagang belut tersebut juga mendapatkan tanggapan dari para pelanggan.
Menurut Margaretha Efrita, salah satu pembeli keripik belut, kondisi jual beli di Pusat Kuliner Belut Godean ini amat disayangkan.
“Suasananya tidak seperti pusat oleh-oleh, cenderung sepi. Padahal dulu Pasar Godean terkenal sekali sama olahan belutnya,” tuturnya.
Ia turut menghimbau adanya kerja sama antar pedagang untuk bertahan dalam kondisi saat ini.
“Kalau bisa paguyuban tersebut tidak hanya bentuk kumpulan pedagang saja. Tapi juga ada tindakan kekeluargaan bersama. Jadi tetap bisa saling bantu,” imbaunya. (mcs/hil)