Oleh: HM Darmizal Ketua umum Relawan Jokowi (ReJO)
PARTAI Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tengah menghadapi ujian berat dalam lanskap politik Indonesia yang semakin dinamis. Beberapa peristiwa dan pernyataan kontroversial dari kader partai belakangan ini telah memunculkan pertanyaan kritis tentang arah dan masa depan partai berlambang banteng ini.
Sikap beberapa kader senior PDIP yang kerap mengemuka di ruang publik dengan pernyataan-pernyataan keras menimbulkan tanda tanya tentang strategi politik partai. Alih-alih memanfaatkan jalur diplomasi dan negosiasi yang merupakan esensi dari politik modern, sebagian kader justru terlihat mengambil pendekatan konfrontatif yang cenderung kontraproduktif. Hal ini terlihat dari bagaimana beberapa kader partai, seperti Deddy Sitorus, seringkali melontarkan kritik yang tajam namun minim solusi konstruktif.
Fenomena ini semakin menarik jika dilihat dari konteks hasil Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden yang berlangsung serentak beberapa waktu lalu. Pergeseran dukungan politik Presiden Joko Widodo dan lingkaran terdekatnya telah berdampak signifikan terhadap perolehan suara PDIP. Penurunan elektabilitas yang cukup drastis ini menjadi alarm bahwa partai perlu melakukan evaluasi dan reorientasi strategi.
Yang juga patut dicermati adalah indikasi memudarnya loyalitas beberapa kader partai terhadap kepemimpinan Megawati Soekarnoputri. Sebagai ketua umum yang telah memimpin partai dalam kurun waktu yang cukup panjang, Megawati dihadapkan pada tantangan untuk terus beradaptasi dengan dinamika politik yang semakin kompleks dan cepat berubah. Usia yang semakin senja tentunya juga menjadi pertimbangan dalam konteks kepemimpinan partai ke depan.
Dalam konteks regenerasi kepemimpinan, layak untuk merefleksikan langkah Partai Demokrat yang dipimpin oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dengan kesadaran bahwa politik memerlukan penyegaran dan adaptasi terhadap perkembangan zaman, SBY telah melakukan transisi kepemimpinan kepada generasi yang lebih muda, dalam hal ini Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Langkah ini dapat dilihat sebagai upaya untuk menjaga relevansi partai di tengah lanskap politik yang terus berubah.
Dalam perspektif masa depan PDIP, sosok Puan Maharani kerap dipandang sebagai representasi generasi baru yang diharapkan mampu membawa angin segar bagi partai. Sebagai putri Megawati, Puan memiliki posisi strategis untuk melakukan pembaruan visi dan strategi partai, sekaligus mempertahankan nilai-nilai inti yang menjadi identitas PDIP. Tantangannya adalah bagaimana mewujudkan transisi kepemimpinan yang mulus dan berkesinambungan, serta merumuskan platform politik yang responsif terhadap aspirasi masyarakat kontemporer.
Politisi haruslah mampu membaca dengan cerdas setiap kondisi pada lingkungan lokal, regional bahkan global. Kemampuan adaptasi dalam satu kondisi ekosistem yang sangat dinamis pada perubahan geopolitik. Pada pertemuan berbuka bersama banyak tokoh di Nasdem Tower, memenuhi Undangan tuan rumah Surya Paloh, yang ikut dihadiri Presiden RI ke 7, Joko Widodo dan Ketua DPR RI Puan Maharani. Terlihat cairnya hubungan seluruh tokoh bangsa tersebut, dimana dengan wajah penuh sumringah Joko Widodo dan Puan Maharani, menjawab cerdas pertanyaan para jurnalis. Mempertontonkan sikap negarawan yang mengedapankan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi dan kelompok. Untuk pemandangan yang menyejukkan ini, terlihat Puan Maharani, mampu tampil menyesuaikan diri pada lingkungan dimana dia berada, adaptif dan cair. “Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung”.
Dalam era politik yang semakin kompleks dan dinamis ini, PDIP perlu mempertimbangkan pendekatan yang lebih adaptif, inklusif dan berorientasi solusi. Melampaui sikap reaktif dan konfrontatif, partai ini punya potensi untuk menawarkan narasi politik yang lebih konstruktif dan menyentuh kebutuhan riil masyarakat. Dengan demikian, PDIP bisa kembali menemukan momentum untuk memperkuat posisinya sebagai salah satu kekuatan politik utama di Indonesia.
Regenerasi kepemimpinan bukanlah semata-mata tentang pergantian figur, melainkan juga pembaruan paradigma dan pendekatan. Di tengah tantangan politik kontemporer yang sarat dengan polarisasi dan pragmatisme, partai-partai politik, termasuk PDIP, dituntut untuk menghadirkan kepemimpinan yang mampu menjembatani berbagai kepentingan dan membangun konsensus demi kepentingan bangsa yang lebih besar.
(tim)
Discussion about this post