P3SRS Apartemen Malioboro City akan Aksi Berkemah di Depan Kantor dan Rumah Dinas Bupati Sleman

P3SRS Apartemen Malioboro City - (dok.P3SRS)

PERHIMPUNAN Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) Apartemen Malioboro City kembali akan menggelar aksi unjuk rasa pada Senin 23 September 2024 di Kantor Bupati dan Rumah Dinas Bupati Sleman dan kantor Gubernur DIY.

Hal ini sebagai bentuk keprihatinan serta kekesalan atas sikap Bupati dan Pemerintah Kabupaten Sleman yang masih belum juga mengeluarkan SLF sertifikat laik fungsi (SLF), padahal pihak MNC Bank Internasional selaku pemilik sertifikat kepemilikan SHGB tersebut sudah melengkapi dokumen yang menjadi persyaratan yang diminta oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sleman.

“Saat ini kami ingin meminta SLF tersebut harus segera di keluarkan sebelum tanggal 23 September 2024, jangan sampai ada hal lain yang di jadikan alasan pemkab Sleman yang sifatnya non teknis dan mengulur waktu,” ujar Ketua P3SRS Apartemen Malioboro City, Edi Hardiyanto dalam siaran pers resmi yang dikeluarkannya, Rabu (18/9/2024).

“Tanggal 23 September kita akan mengadakan aksi kami kembali turun ke jalan lagi, kami akan buat tenda di depan rumah dinas Bupati Sleman hingga SLF kami terima dan diserahkan Bupati Sleman, jika sampai tanggal 20 September 2024 SLF tidak diberikan, kami akan datangi kantor Bupati Kabupaten Sleman, bagaimanapun kepala daerah disini yang wajib bertanggungjawab,” katanya.

“Bupati sleman kami salahkan karena kasus ini sudah sangat lama dan tidak segera bertindak secara cepat iibarat penyakit ini sudah kronis dan ini ulah dari mafia tanah yang akhirnya membuat sengsara para konsumen atau masyarakat yang tergiur janji janji manis pengembang sehingga banyak konsumen mau membeli apartemen karena janji janji manis yang diberikan PT Inti Hosmet,” tambah Sekretaris P3SRS Apartemen Malioboro City, Budijono.

Para konsumen, menurut Edi dan Budi, akhirnya dirugikan karena tidak sesuai kenyataan, mereka juga mempertanyakan, bagaimana ijinnya dulu apakah ada rekayasa atau permainan dan keterlibatan dari pejabat masa lalu.

“Sebelum pembangunan apakah sudah beres perijinannya kami menduga terjadi maladministrasi yang di langgar, terus bagaimana pengawasan yang di lakukan pihak pemkab sleman pada saat itu padahal lokasi ini berada di jalur nasional yang mudah dilihat dan dijangkau untuk di datangi, hingga saat ini gedung tersebut belum memiliki SLF, disini harusnya Bupati sebagai kepala daerah harus ambil tindakan,
jangan justru menghindar karena kasus ini perlu adanya tindakan tegas dari kepala daerah ini perlu adanya diskresi,” katanya.

Mereka menilai kasus ini terkesan Bupati dan jajarannya tidak berpihak pada korban dari mafia ini, permasalahan ini Pemkab Sleman tidak memiliki keberanian dalam mengambil sikap dan tindakan untuk membantu menyelamatkan masyarakat yang tertindas karena ulah perusahaan hitam seperti Inti Hosmed yang merugikan dan menyengsarakan para masyarakat yang membeli lunas dan sampai saat ini belum menerima SHM SRS

“Kami akan menyuarakan keadilan dan kebenaran, ini luapan amarah kami kegeraman kami terhadap sikap Bupati sebagai kepala daerah dan Pemkab Sleman yang terkesan acuh dan lambat tidak berani bersikap tegas dan diskresi terkesan Pemkab Sleman sengaja menghambat dan mempersulit untuk melindungi kepentingan terselubung, saling melempar tanggungjawab, apakah mau menunggu ada gempa megathrust, SLF baru akan di keluarkan, ini bukti kepala daerah tidak berani ambil sikap tegas dan jelas mau dibawa kemana pemkab sleman jika birokrasinya bikin mumet karena njelimet dan tidak menguasai permasalahan hanya berlandasakan asumsi dan sudut pandang yang di nilai aman untuk pejabatnya bukan untuk kepentingan masyarakatnya,” tegas Edi.

Edi menilai, selama ini pihaknya merasa belum mendapat jawaban yang jelas dan tegas dari pihak Pemkab dan Bupati dalam menangani proses perizinan, khususnya dalam hal prosedur SLF sehingga menghambat menuju penerbitan Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (SHM SRS).

“SLF ini melekat pada struktur bangunan teknis jangan dihubungkan dengan proses hukum apalagi direkturnya sudah masuk penjara dan banyak laporan polisi dari konsumen di Polda DIY dan sedang dalam proses penyidikan dan P19. jangan sampai aparat hukum di DIY juga lemah jangan sampai ada transaksi atau barter antara pejabat dengan pihak Inti Hosmed, hukum harus ditegakkan. SLF harus turun sebelum tanggal 20 September 2024 itu harga mati,” katanya.

Sekretaris P3SRS Budijono kembali menambahkan, keterlambatan penanganan perizinan SLF oleh Pemkab Sleman, menyebabkan masyarakat kurang mendapatkan pengayoman dan penaganan serius.

“Kalau Pemkab Sleman dalam hal ini Bupati atau Sekda ragu-ragu silahkan undang pakar yang mumpuni di bidangnya, libatkan pemerintah propinsi atau institusi hukum yang jelas. Jangan sampai SLF di ulur-ulur,” katanya.

Budijono pun menegaskan tahapan penerbitan SLF ini merupakan produk perizinan milik dan wewenang Pemkab Sleman dan tidak ada korelasi dengan hukum yang tengah bergulir atau harus adanya kesepakatan khusus antara pihak pengembang dan pihak MNC Bank sebagai pemilik SHGB bangunan gedung saat ini secara sah.

“MNC bank sudah membantu masyarakat untuk mngurus ijin SLF karena seharusnya ini menjadi tanggungjawab dari pengembang Inti Hosmet tapi karena tidak adanya etiket baik dari pihak pengembang maka kami minta bantuan MNC untuk memproses SLF agar masyarakat yang selama ini membeli lewat pengembang mendapatkan haknya berupa SHM SRS terang,” Edi yang beberapa bulan yang lalu bertemu CEO MNC Hary Tanoesoedibjo di Jakarta .

“Kami memberikan deadline jika sampai tanggal 20 September 2024, Dinas PUPR Pemkab Sleman tidak mengeluarkan SLF sesuai syarat dan ketentuan teknis yang sudah terpenuhi dan dilengkapi oleh pihak pemohon dalam hal ini MNC Bank, pihak pemkab sleman tetep tidak mengeluarkan dan banyak alasan lagi kami akan turun ke jalan lagi, Dirjen pemukiman sudah bersurat resmi ke Bupati sleman berarti tidak memiliki pengaruh apapun alias tidak diindahkan oleh sang bupati sleman dan pemkab sleman maka jangan salahkan kami jika kami akan melakukan tindakan dan gerakan lebih ekstrim dan kami akan buat tenda di depan kantor Bupati dan rumah dinas Bupati sleman, silahkan di buktikan tanggal 23 September 2024,” tegasnya.

“Karena dinilai sampai saat ini tidak ada etika baiknya pengembang menyelesaikan kewajibannya mau nunggu apalagi apalagi mantan Direktur Pengembang Inti Hosmed saat ini sudah mendekam di penjara kurang bukti apa lagi, banyak laporan polisi dari masyrakat yang melaporkan pihak pengembang dan juga Ditjen AHU juga sudah memblokir perusahaan atas nama Inti Hosmed karena belum menyelesaikan pajaknya, kurang apa lagi pembuktiannya kalau perlu pemkab Sleman hadirkan pejabat kementrian bersangkutan untuk dapat dijelaskan jika perusahaan tersebut sudah tidak dapat melakukan aktivitas perijinan apapun kan sudah di blokir silahkan di cek,” sambung Budijono.

Dia menambahkan, pihaknya akan melakukan Aksi teatrikal membakar 12 keranda mayat dan membakar 12 ban bekas sebagai simbol perlawanan pihaknya terhadap proses penerbitan SLF yang dinilai banyak unsur kejanggalan dan adanya kepentingan, apakah masyarakat akan dijadikan korban oleh pihak Pemkab sleman, tunggu kejutan aksi kami.

“Terus terang kami sangat kecewa sampai saat ini kami melihat Bupati dan Pemkab Sleman hanya ingin cari amannya saja tidak berani memberikan kepastian legalitas khususnya SLF yang sudah diajukan MNC Bank tinggal di verikasi dan ini sudah di monitor pihak Kementrian PU, proses ini lambat dan adanya aturan yang tidak lazim dan tidak masuk akal , kami butuh bukti nyata sikap dan tindakan yang berguna bagi para masyarakat korban mafia,” katanya.

Budijono juga menilai progres yang dijalankan Pemkab Sleman dalam merampungkan persoalan Apartemen Malioboro City sejauh ini belum terlalu signifikan dan kami ingin SLF di keluarkan

Bahkan notulensi setiap pertemuan dengan pihaknya selalu tertutup dirahasiakan, Budijono menganggap ini sudah menjadi bukti bahwa Bupati dan Pemkab Sleman sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja dan pernyataan pejabat di pemkab sleman hanya sekedar retorika, asumsi dan teori yang tidak jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.

“Kami butuh action nyata bukan ilmu teori dan sudut pandang
Inspektorat Kementrian Dalam Negeri harus turun untuk mereformasi pejabat pejabat atau kebijakan atau cara kerja nya, penempatan SDMnya harus di reformasi karena ini untuk pelayanan publik atau masyarakat,” katanya. (rth)

Exit mobile version