Naldy: Tim Terpadu Pemberantasan Mafia Tanah Harus Libatkan Masyarakat

TIM Terpadu Tingkat Pusat Pemberantasan Mafia Tanah yang dibentuk Kepolisian dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN), untuk memberantas mafia tanah harus melibatkan masyarakat.

Permintaan ini dikatakan Ketua Koordinator Aliansi Masyarakat Pencari Keadilan (Ampek) Naldy Nazar Haroen SH kepada wartawan Selasa 2 Maret 2021.

“Jadi memberantas mafia tanah itu bukan hanya tugas polisi, BPN dan penegak hukum lainnya. Peran masyarakat menjadi salah satu yang penting dalam memberantas mafia tanah itu,” ungkap Naldy.

Sebelumnya, Polri dan Kementerian ATR telah membentuk Tim Terpadu Tingkat Pusat Pemberantasan Mafia Tanah pada Tim ini diketuai oleh Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri.

Tim Pemberantasan Mafia Tanah ini bertugas menerima laporan/pengaduan/hasil penyelidikan terhadap praktik mafia tanah baik yang diterima oleh Kementerian maupun Polri.

Selain itu tim ini juga bertugas menerima laporan/pengaduan/hasil penyelidikan terhadap praktik mafia tanah, tim terpadu juga melakukan identifikasi terhadap indikasi adanya praktik mafia tanah, mengumpulkan bahan dan keterangan (melakukan pendalaman) terhadap indikasi adanya praktik mafia tanah.

Komitmen pembentukan tim ini ditegaskan Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto saat bersilaturahim dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Sofyan A Djalil, di Kantor Kementerian ATR/BPN, Jakarta, Senin (1/3/2021).

Menurut Naldy, Kepada Desa (Kades) dan Camat yang ada diberbagai wilayah Indonesia menjadi ujung tombak dalam pelayanan sertifikat tanah.

“Jangan sampai ada oknum Kepala Desa dan Camat yang ikut permainan mafia tanah. Karena, para mafia tanah biasanya mendekati Kepala desa dan Camat sebelum melancarkan aksinya,” ungkap Naldy.

Lebih lanjut Naldy menerangkan, mafia tanah biasa akan melancarkan aksinya terhadap lokasi yang belum mempunyai sertifikat secara resmi. Meskipun, ada juga target mereka tanah yang sudah bersertifikat.

“Zaman dulu kan kepemilikan tanah seseorang hanya verponding atau leter C. Jadi mafia tanah akan menggunakan kesempatan itu dengan memberikan down payment atau DP kepada pemiliknya. Namun, setelah itu terbitlah sertifikat atas nama bukan pemilik aslinya,” jelas Naldy.

Dijelaskan Naldy, tanah milik negara pun tak luput dari incaran para mafia tanah. Dia punya pengalaman jika tanah negara yang jadi cagar budaya pun kini dimiliki perorangan.

“Tanah negara pun jadi incaran mafia tanah. Ada di daerah, seperti cagar budaya serta mempunyai sumber mata air yang dapat di pergunakan untuk kehidupan orang banyak jadi incaran mafia tanah,” jelasnya.

Dirinya mendapat informasi jika pemerintah daerah sering kewalahan menghadapi para mafia tanah ini.

“Pemerintahan setempat kewalahan menghadapi masalah ini. Makanya perlu ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum,” ungkapnya.

Dikatakan Naldy, pengadilan adalah lembaga terakhir orang yang ingin mencari keadilan dalam sebuah kasus termasuk soal sengketa tanah. Seharusnya, pengadilan dalam memutuskan berbuat seadil-adilnya.

“Seharusnya, pengadilan memberikan efek jera kepada para mafia tanah. Agar mereka tidak lagi bergentayangan dimana-mana,” tutur Naldy.

Dirinya mengaku, tidak mudah dalam memberantas mafia tanah. Karena, mereka biasanya bekerjasama dengan oknum-oknum di BPN, kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan.

“Dalam waktu dekat kami juga akan melakukan audiensi dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo guna mendukung langkahnya untuk memberantas mafia tanah. Disamping itu, kita juga akan memberi masukan agar menangani perkara tanah jangan berhenti pada satu orang. Karena, mafia tanah ini sesungguhnya memiliki jaringan keatas,” pungkas Naldy Nazar Haroen. (hal/kus)

Exit mobile version