REVOLUSI digital pada seminar pramuktamar ke-16 diadakan Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, Kamis (10/3/2022).
Seminar pramuktamar ini sangat relevan dengan kondisi terkini. Sebab, Muhammadiyah memiliki kewajiban dan spirit untuk merespon disrupsi melalui upaya transformasi digital dengan mengambil peran penting agar menjadi disruptor digital.
Kegiatan bertemakan “Media, Masyarakat dan Dakwah Muhammadiyah” diadakan secara daring dan luring di Amphitarium Kampus Utama UAD Jl Jenderal Ahmad Yani, Ringroad Selatan Kragilan, Tamanan, Banguntapan, Bantul.
Diharapkan, kegiatan itu bisa memenuhi fungsinya sebagai sarana pencerahan bersama dan juga memeroleh bahan serta masukan untuk menyukseskan program kerja Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah yang akan berlangsung 18 November 2022.
Sekretaris PP Muhammadiyah, Dr H Agung Danarto, M.Ag, sebelum membuka acara tersebut, mengatakan, seminar pramuktamar ke-16 dalam rangka menjaring masukan untuk Muktamar Muhammadiyah ke-48.
Kata Agung, berbagai seminar dengan tema berbeda diadakan dan mengundang para pakar di Indonesia untuk berbagi ilmu, bertukar informasi dengan Muhammadiyah tentang berbagai hal yang sedang terjadi di dunia saat ini.
“Hal itu penting sebab di muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah tidak sekadar seremoni pergantian kepemimpinan, tapi juga menetapkan program dan kebijakan bagi kemaslahatan umat dan bangsa,” kata Agung Danarto.
Ketua PP Muhammadiyah, Prof Dr H Dadang Kahmad, MSi, menyampaikan, tantangan yang dihadapi Muhammadiyah di abad kedua ditandai dengan kehadiran internet. “Jauh berbeda pada abad pertama,” tandas Dadang Kahmad.
Menurut Dadang, peran Muhammadiyah dalam merespon keberadaan revolusi digital penting dilakukan. “Termasuk bagaimana amal usaha Muhammadiyah mampu menanggapi perubahan yang terjadi di masyarakat digital,” papar Dadang Kahmad.
Bagi Dadang, Muhammadiyah harus merespon dengan tiga langkah, yakni antisipasi, adaptasi, dan inovasi. “Muhammadiyah harus serius menghadapi perubahan ini,” tandasnya.
Narasumber lainnya adalah Ismail Fahmi (Drone Emprit/Media Kernels Indonesia), Agus Sudibyo (Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Internasional Dewan Pers), Wahyudi Akmaliah (Peneliti BRIN), Abdullah Sammy, Makroen Sanjaya, Hikmawan Saefullah dan Fahd Pahdefie.
Persyarikatan Muhammadiyah yang usianya telah mencapai lebih satu dekade atau 110 tahun merupakan usia yang sudah matang.
“Hal itu dibuktikan banyaknya dedikasi, pengabdian dan sumbangan besar bagi kemanusiaan di negara Republik Indonesia,” kata Dr Muchlas, MT, Rektor UAD Yogyakarta.
Menurut Muchlas, Muhammadiyah menghadapi tantangan luar biasa. “Yakni, disrupsi teknologi digital,” tandas Muchlas.
Pada kesempatan itu, Muchlas berharap agar Muhammadiyah bisa mengambil peran. “Tidak hanya merespon secara reaktif saja, namun juga melakukan upaya-upaya transformasi digital agar menjadi pelaku utama sebagai disruptor,” kata Muchlas.
Jurnalis Elektronik Republika, Abdullah Sammy, memuji kinerja medsos milik Muhammadiyah.
“Elegan, tidak reaktif dan proporsional dalam menanggapi berbagai isu kemasyarakatan dan isu kebangsaan,” kata Abdullah Sammy, yang berharap Muhammadiyah terus menguatkan meta-organisasi, di samping mempertahankan kinerja medsos milik Muhammadiyah.
Dikatakan Sammy, optimalisasi meta-organisasi perlu diperhatikan Muhammadiyah. “Dengan menggarap konten yang khas dan disesuaikan dengan masing-masing karakteristik,” kata Sammy.
Di sisi lain, Ismail Fahmi memberi saran agar Muhammadiyah lebih banyak membangun branding melalui influencer dan bisa digali dari potensi AMM yang aktif di ortom.
“Peran medsos dalam memengaruhi pandangan masyarakat semakin besar, sedang keterwakilan Muhammadiyah di medsos masih minim,” terang Ismail Fahmi.
Karenanya, Ismail Fahmi berharap agar Muhammadiyah mengambil peran lebih besar di medsos. “Sudah saatnya,” tandas Ismail Fahmi. (Fan)