Keselamatan pasien tidak dapat dipisahkan dari mutu pendidikan dokter dan dokter spesialis. Oleh karena pelayanan yang aman dan berkualitas hanya dapat diberikan oleh tenaga kesehatan yang terlatih secara ilmiah, etis dan profesional.
Setiap keputusan klinis yang menyelamatkan nyawa lahir dari proses pendidikan yang bermutu yang membentuk kompetensi, integritas dan tanggung jawab moral seorang dokter.
Undang-Undang Kesehatan yang dinilai tidak berpijak pada prinsip mutu, keadilan dan keselamatan publik, ditolak akademisi dan guru besar Fakultas Kedokteran UGM.
Mereka yang tergabung dalam wadah “Suara Bulaksumur” temui Senator DIY, Ahmad Syauqi Soeratno, di Kantor DPD RI DIY Jl Kusumanegara, Yogyakarta, Kamis (29/5/2025).
Harapannya, akan muncul dukungan positif pihak terkait merespon aspirasi guru besar dari UGM tersebut. Di depan Syauqi, guru besar dan akademisi UGM lainnya, Prof dr Gandes Retno Rahayu, M.Med.Ed, Ph.D, menyampaikan bahwa pendidikan seharusnya dikembalikan per value sebagai pertukaran ilmu yang memberi manfaat seluasnya bagi masyarakat.
“Sisi keilmuan harus ditonjolkan dan dilepaskan dari berbagai pengaruh dan tekanan yang bisa mengganggu,” papar Gandes Retno Rahayu.
Bagi Gandes, manajemen kesehatan di Indonesia bisa ditata dengan baik. “Agar fungsi peran masing-masing pelaku, baik layanan kesehatan, pendidikan dan profesi, bisa ditempatkan sebagaimana seharusnya,” katanya.
Akademisi, guru besar dan praktisi melalui organisasi profesi sedang melakukan upaya nyata dalam mengurai persoalan terjadi selama ini. Syauqi pun menerima aspirasi mereka dan akan meneruskan kepada pihak terkait.
Mereka yang membawa gagasan tentang pendidikan kesehatan — khususnya kedokteran — bisa berjalan sesuai misi pendidikan dan kesehatan.
Aspirasi yang mereka sampaikan diterima dan ditampung Syauqi. “Sebagai anggota DPD RI, nanti akan saya sampaikan pada pihak terkait,” tandas Syauqi.
Aspirasi yang mereka sampaikan, kata Syauqi, sangat baik. “Nanti bisa kita sampaikan ke pihak terkait dan kami siap mempertemukan semua pihak agar problematika segara selesai,” tandasnya.
Kata Syauqi, problem itu ada dan harus ditangani dengan baik. “Baik fasilitas, ketersediaan tenaga medis, dana, juga layanan di seluruh Indonesia. Ini tak boleh terlalu lama diperdebatkan.”
Apa yang mereka sampaikan, kata Syauqi, wujud kepedulian para guru besar yang melihat persoalan dan harus disempurnakan.
Pada kesempatan itu Dekan FKKMK UGM, Prof Yodi Mahendradhata, sampaikan aspirasi terkait Undang-Undang Kesehatan. “Ketika keselamatan pasien tidak menjadi prioritas, maka dampaknya bukan hanya dirasakan oleh individu yang dirawat, tapi juga seluruh masyarakat dalam bentuk penurunan kualitas hidup dan hilangnya rasa aman terhadap layanan kesehatan,” kata Yodi Mahendradhata.
Keselamatan pasien tidak dapat dipisahkan dari mutu pendidikan dokter dan dokter spesialis, karena pelayanan yang aman dan berkualitas hanya dapat diberikan oleh tenaga kesehatan yang terlatih secara ilmiah, etis dan profesional.
Setiap keputusan klinis yang menyelamatkan nyawa lahir dari proses pendidikan yang bermutu yang membentuk kompetensi, integritas dan tanggung jawab moral seorang dokter.
Jika pendidikan dokter dan dokter spesialis dilemahkan oleh kebijakan yang tidak berpihak pada kualitas, maka yang akan terdampak langsung adalah pasien: risiko salah diagnosis meningkat, tindakan medis tidak tepat dan kepercayaan publik pun terkikis.
Apabila tidak segera dilakukan koreksi kebijakan yang berpijak pada prinsip mutu, keadilan dan keselamatan publik, maka kita sedang menghadapi risiko yang sangat serius. Yakni, merosotnya kualitas layanan dan pendidikan kesehatan/kedokteran nasional di masa depan. (Fan)
Discussion about this post