DIREKTUR Eksekutif EmrusCorner Emrus Sihombing menilai, perbedaan pandangan yang menimbulkan pro dan kontra tentang disaign yang tertera pada spanduk terkait dengan HUT RI, sedang terjadi di ruang publik.
Sebab, menurutnya, disaign tersebut lebih cenderung sebagai karya seni untuk seni. Tetapi belum mempertimbangkan secara maksimal aspek komunikasi, utamanya dengan presepsi dan pemaknaan khalayak. Belum lagi bicara berapa biaya dikeluarkan untuk mendisaignnya.
“Wacana tentang disaign tertera pada spanduk terkait dengan HUT RI dapat dipersepsikan dan dimaknai sangat perspektif dan subyektif. Ada yang memprotes karena mirip dengan simbol agama tertentu sehingga belum mencerminkan pluralitas di tengah masyarakat. Namun dari pihak pemerintah mengatakan, itu bukan simbol agama tertentu,” kata Emrus kepada Inilah Jogja Sabtu 15 Agustus 2020.
Lanjutnya, bantahan semacam ini sebagai kebiasaan pola komunikasi “pemadam kebakaran” yang acapkali diperankan oleh tim komunikasi pemerintah sampai saat ini.
“Hal ini terjadi karena pengelolaan komunikasi pemerintah belum mengedepankan antara lain antisipatif terhadap respon publik,” jelasnya.
Perbedaan yang tidak produktif itu bisa dilihat dari dua hal. Pertama, persepsi. Setiap manusia pasti memberikan persepsi yang berbeda terhadap stimulus yang diterima melalui panca indra.
“Perbedaan persepsi ditentukan dari sudut pandangan mana khalayak melihat stimuli itu. Karena itu, tidak heran, ada yang mengatakan disain tersebut ada kemiripan simbol agama tertentu. Ada yang mengatakan tidak,” ucapnya.
Kedua, pemaknaan. Setiap simbol atau tanda, termasuk sebuah disain logo, sama sekali tidak bermakna, tetapi manusialah (khalayak) yang memberi makna terhadap simbol. Lambang yang sama (verbal maupun non-verbal) bisa dimaknai berbeda dari orang atau sekelompok masyarakat yang berbeda karena nilai dan atau kepentingan tertentu.
“Perbedaan makna ditentukan oleh interaksi sosial yang dialami oleh masing-masing orang atau sekelompok masyarakat. Karena itu, makna bersifat sosial sebagai produk interaksi sosial,” pungkas Emrus. (zia/wit)