Mabes Polri Grebek 2 Pabrik Obat Keras di Bantul dan Sleman

Polisi menunjukkan tersangka dan barang bukti saat jumpa pers pengungkapan kasus tempat produksi dan obat keras ilegal di Kasihan, Bantul, D.I Yogyakarta, Senin (27/9/2021). Tim Mabes Polri dan Polda DIY berhasil mengamankan tiga tersangka berinisial JSR, LSK dan WZ serta barang bukti berbagai jenis obat keras seperti Hexymer, Trihex, DMP, double L, IRGAPHAN 200 mg sebanyak 30.345.000 butir yang sudah siap kirim dan bahan prekusor serta tujuh mesin produksi yang mampu memproduksi sebanyak 14.000.000 butir pil per hari. ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/foc.

DITIPIDNARKOBA Bareskrim Polri menggerebek dua pabrik obat-obatan terlarang di Kasihan, Bantul dan Gamping, Sleman provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjend Krisno H Siregar mengungkapkan, awalnya, sejak 6 September 2021 Ditipidnarkoba Bareskrim Polri menggelar operasi sandi Anti Pil Koplo 2021 dengan target produsen dan pengedar gelap obat keras atau berbahaya.

Pada tanggal 13-15 September, Subdit 3 Ditipidnarkoba Bareskrim Polri berhasil mengungkap kasus peredaran obat keras dan psikotropika yang dilalukan oleh M dan kawan-kawannya sebanyak 8 orang. Dan tangan mereka petugas menyita barang bukti lebih dari 5 juta butir pil golongan obat keras jenis hexymer, trihex, DMP, tramadol, double L, aprazolam di Cirebon, Indramayu, Majalengka, Bekasi dan Jaktim.

Dari pengungkapan itu, didapati petunjuk jika obat ilegal yang disita berasal dari Jogjakarta. Tak mau kehilangan jejak, Tim Ditipidnarkoba Bareskrim Polri pun berkerjasama dengan Polda DIY.

“Akhirnya pada 21 September 2021 pukul 23.00 WIB tim gabungan berhasil mengamankan seorang berinisial WZ dan saksi A di sebuah gudang yang berada di Kasihan Bantul. Kemudian petugas menggeledah tempat yang diduga sebagai Mega Cland Lab untuk memproduksi obat keras. Saat itu petugas menemukan mesin produksi obat, berbagai jenis bahan kimia atau prekursor obat. Obat-obat keras jenis hexymer, trihex, DMP, double L, Irgaphan 200 mg yang sudah dipacking dan siap kirim serta adonan atau campuran berbagai prekursor siap diolah menjadi obat,” kata Krisno H Siregar dalam keterangan persnya Senin 27 September 2021.

Dikatakannya, tersangka WZ sebagai penanggungjawab gudang dan saksi mengaku memiliki atasan berinisial LSK alias DA. Kemudian pada Rabu 22 September sekitar pukul 00.15 WIB petugas menangkap DA di Perum Kecamatan Kasian, Kabupaten Bantul.

“Berdasarkan interogasi, DA mengaku masih ada 1 pabrik lainnya terletak di Gudang Kalurahan Banyuraden, Kecamatan Gamping, Sleman. Sehingga pada Rabu 22 September 2021 sekitar pukul 02.15 WIB tim gabungan melakukan penggeledahan dan menemukan pabrik pembuatan dan penyimpanan obat itu di Gamping,” ujarnya.

Dari keterangan yang didapat, DA berperan sebagai penerima pesanan dari Sdri EY yang kini masih dalam pencarian. DA juga berperan mengirimkan obat-obatan ke Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan.

“DA ini digaji oleh kakak kandungnya berinisial JSR alias J yang merupakan pemilik pabrik. Pada Rabu 22 September 2021 sekitar jam 03.30 WIB tim gabungan berhasil menangkap J di rumahnya Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman,” ungkapnya.

Berdasarkan keterangan para tersangka, pabrik tersebut sudah beroperasi sejak tahun 2018 lalu dan bisa memproduksi 2 juta butir obat ilegal dalam sehari.

“Dalam kasus ini petugas menetapkan 3 orang tersangka yakni; JSR alias J (56), yang beralamat di Gamping, Sleman. Kemudian LSK alias DA (49) warga Kasihan, Bantul dan WZ (53) beralamat Karanganyar, Jateng,” jelasnya.

Dari para tersangka, petugas berhasil mengamankan barang bukti satu truk colt diesel bernopol AB 8608 IS, 3,345 juta butir obat keras yang sudah dikemas menjadi 1.200 dus. Selain itu, ada juga, 7 mesin pencetak pil hexymer, DMP dan double L, 5 mesin oven obat, 2 mesin pewarna obat, 1 mesin cording atau printing untuk pencetak dan bahan baku obat.

“Saat ini penyidik terus melakukan pengembangan kasus guna membongkar jaringannya dari hulu ke hilir,” jelasnya.

Kepada para tersangka dikenakan Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang-undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.

“Estimasi yang bisa dihasilkan dari 7 mesin itu sebanyak 14 juta butir pil perhari. Kalau sebulan sekitar 420 juta butir,” pungkasnya. (daf/sil)

Exit mobile version