Luhut dan Erick Tak Tepat Didorong Mundur, Jubir Mereka yang Harus Mundur

Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan. @ foto int

KOMUNIKOLOG Indonesia Emrus Sihombing mengatakan, tidak tepat jika Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) dan menteri BUMN Erick Thohir (ET) diminta mundur dari jabatannya karena diduga terlibat dalam bisnis tes polymerase chain reaction atau PCR.

“Sangat tidak tepat LBP dan ET didorong mundur,” katanya kepada InilahJogja.com Sabtu 6 November 2021.

Menurutnya, justru yang harus legowo mundur adalah juru bicara atau Jubir keduanya yakni Arya Sinulingga dan Jodi Mahardi.

“Justru Jubir kedua menteri ini yang harus mundur sebagai tanggung jawab moral karena tidak mampu menjelaskan duduk persoalannya sehingga opini publik menjadi liar,” ujarnya.

Dia juga mempertanyakan apakah ada agenda lain dibalik ucapan kedua Jubir tersebut.

Sebelumnya, Arya Sinulingga dan Juru Bicara Menko Marves Jodi Mahardi, membantah jika bosnya dikaitkan dengan bisnis PCR. Berikut komentar mereka.

Melalui Juru Bicara Menko Marves Jodi Mahardi, Luhut mengklaim tidak pernah sedikit pun mengambil keuntungan pribadi dari bisnis yang dijalankan PT GSI.

“Sampai saat ini, tidak ada pembagian keuntungan dalam bentuk dividen atau bentuk lain kepada pemegang saham,” ungkap Jodi.

Jodi juga menjelaskan bahwa Luhut hanya memiliki saham kurang dari 10 persen di Toba Bumi Energi, anak perusahaan Toba Bara Sejahtera yang ikut menggenggam saham di PT GSI. Jodi menyebut, ada 9 pemegang saham berinvestasi di GSI.

“Jadi, Pak Luhut tidak memiliki kontrol mayoritas di TBS, sehingga kita tidak bisa berkomentar terkait Toba Bumi Energi,” imbuh dia.

Ia berujar, soal kenapa perusahaan Luhut ikut patungan membentuk PT GSI, hal itu semata dilakukan untuk tujuan sosial, bukan mengejar keuntungan bisnis.

“Jadi tidak ada maksud bisnis dalam partisipasi Toba Sejahtra di GSI,” beber Jodi.

Sebaliknya, lanjut Jodi, melalui PT GSI pula, Luhut memiliki banyak sumbangsih dalam memberikan tes swab gratis untuk membantu pemerintah.

Jodi bilang, pada masa-masa awal pandemi tahun 2020, Indonesia masih terkendala dalam hal penyediaan tes Covid-19 untuk masyarakat.

“Saya lihat keuntungan mereka malah banyak digunakan untuk memberikan tes swab gratis kepada masyarakat yang kurang mampu dan petugas kesehatan di garda terdepan,” kata Jodi.

Lebih lanjut, Jodi meluruskan soal alasan pemerintah mewajibkan tes PCR dalam perjalanan. Ia berkata aturan itu dibuat untuk mencegah lonjakan kasus Covid-19 di tengah peningkatan mobilitas masyarakat.

Kebijakan wajib PCR dari pemerintah tersebut tak bisa disangkut-pautkan dengan pejabat negara yang memiliki perusahaan layanan penyedia PCR.

“Perlu disadari bahwa kebijakan test PCR untuk pesawat ini memang diberlakukan untuk mengantisipasi Nataru ya. Data dari kami menunjukkan tingkat mobilitas, di Bali misalnya, sudah sama dengan Nataru tahun lalu,” ucapnya.

Sementara itu, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menampik Erick terlibat dalam bisnis tes PCR. Menurutnya, isu yang menyebut Erick ikut berbisnis tes PCR adalah hal tendensius.

Sebab kata dia, PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI), perusahaan penyedia tes Covid-19 yang dikaitkan dengan Erick hingga saat ini hanya melakukan 700.000 tes PCR. Angka itu hanya sekitar 2,5 persen dari total tes PCR di Indonesia yang sudah mencapai 28,4 juta.

“Jadi kalau dikatakan bermain, kan lucu ya, 2,5 persen gitu. Kalau mencapai 30 persen atau 50 persen itu oke lah bisa dikatakan bahwa GSI ini ada bermain-main. Tapi hanya 2,5 persen,” ujar Arya kepada media.

Selain itu, ia bilang, sebagian saham GSI memang dipegang oleh Yayasan Adaro Bangun Negeri sebesar 6 persen. Menurut Arya rendahnya kepemilikan saham tersebut membuat pengaruh yayasan terhadap GSI rendah.

Adapun Yayasan Adaro Bangun Negeri berkaitan dengan PT Adaro Energy Tbk (ADRO), perusahaan yang dipimpin oleh Boy Thohir, saudara Erick Thohir.

“Yayasan kemanusiaan Adaronya hanya 6 persen (kepemilikan saham). Jadi bisa dikatakan yayasan kemanusiaan Adaro ini sangat minim berperan di tes PCR,” kata dia.

Di sisi lain, lanjut Arya, Erick sendiri sudah tak aktif di Yayasan Adaro Bangun Negeri sejak diangkat menjadi Menteri BUMN. Sehingga Erick tak lagi terlibat dalam urusan bisnis ataupun urusan lainnya di yayasan tersebut.

“Jadi sangat jauh lah dari keterlibatan atau dikaitkan dengan Pak Erick Thohir. Apalagi dikatakan main bisnis PCR jauh sekali. Jangan tendensius seperti itu, harus lebih clear melihat semua,” jelasnya. (lif/kmps)

Exit mobile version