SRI Budiyono, Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Blora, Jawa Tengah yang menjadi korban mafia tanah mengaku disodori kertas kosong oleh oknum anggota DPRD tahun 2020 lalu.
“Masak saya disodori, lalu disuruh paraf dan tanda tangan blangko kosong yang berkop notaris yang belum ada uraian isi nya. Belum ada nama pihak, juga belum ada nama saksinya bahkan Notaris/ PPAT pun tidak ada saat saya paraf tersebut. Tidak ada kesepakatan jual beli, yang ada cuma saya meminjam uang dengan jaminan SHM , yang lebih aneh lagi blangko tersebut saya paraf tanggal 28 Agustus 2020 tetapi muncul AJB tanggal 30 Desember 2020,” kata Budiyono, Rabu 20 September 2023.
Meski telah melaporkan kasus itu ke Polda Jateng pada tahun 2021 ia beranggapan, kasusnya hanya jalan ditempat.
Padahal, kata dia, penyidik Kepolisian Daerah (Polda) Jateng sudah menetapkan Anggota DPRD Blora, AA dan Notaris EE sebagai tersangka.
“Saya selaku korban mafia tanah, menduga adanya permufakatan jahat antara AA oknum DPRD dan EE oknum Notaris,” ujarnya.
Dirinya menduga sudah ada niat jahat/mens rea antara kedua tersangka dengan modus utang piutang. Niatan itu diwujudkan dengan peralihan nama sertifikatnya yang menjadi jaminan utang piutang.
Budi, sapaan akrabnya, bercerita bahwa AA oknum anggota DPRD Blora diduga memproses peralihan hak dengan melanggar hukum/dengan cara kejahatan.
“Dugaannya, blangko kosong tersebut digunakan untuk proses peralihan hak di Kantah ATR/BPN Kabupaten Blora. Hingga mengakibatkan saya mengalami kerugian dan terzolimi,” urainya.
Kasus berawal saat dirinya meminta tolong agar dicarikan pinjaman dana ke oknum anggota DPRD Blora berinisial AA sekitar Rp 150 juta.
Jaminan saat itu adalah sertifikat hak milik tanah miliknya dengan luas 1.310 meter persegi yang berlokasi di Desa Sukorejo, Kecamatan Tunjungan, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Setelah 3 bulan berlalu, tepatnya pada akhir Januari 2021, Sri Budiyono mendapat kabar gembok kunci pagar rumah yang berdiri di atas tanah tersebut, dirusak dan diganti dengan gembok kunci yang baru.
Tak hanya itu, ia juga kaget karena mendapati sertifikat Hak Milik Tanah (SHM) atas nama Sri Budiyono telah dibalik nama menjadi atas nama AA.
Sebelumnya, Kasus dugaan mafia tanah di Kabupaten Blora mendapat perhatian dari Indonesia Police Watch (IPW). Lamanya penanganan kasus itu menjadi sorotan Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso.
Sri Budiyono yang menjadi korban dugaan mafia tanah melaporkan hal ke SPKT Polda Jawa Tengah pada tahun 2021 silam. Laporan tersebut diterima dengan tanda bukti laporan Nomor : STTLP/237/XII/2021/JATENG/SPKT tanggal 7 Desember 2021.
Namun hingga saat ini berkas dari penyidik Polda Jateng belum juga rampung. Padahal pihak Polda Jateng sudah menetapkan dua tersangka yaitu oknum anggota DPRD Blora, AA dan Notaris, EE.
“Polda Jateng harus menjelaskan hambatannya mengapa tidak kunjung P21. Apakah berkas tersebut belum lengkap atau sengaja tidak dilengkapi?” kata Sugeng Santoso, Minggu (10/9).
Ia mencontohkan ada modus penyidik yang membuat penanganan perkara tak kunjung selesai. Satu di antaranya adalah tidak kunjung melengkapi berkas.
Kasus tersebut juga mendapat perhatian dari anggota Komisi III DPR RI Johan Budi Sapto Pribowo dan juga Anggota Wantimpres Irjen Pol (Purn) Sidarto Danusubroto, hingga Kompolnas.
Tokoh-tokoh penting itu menyoroti lambannya kasus yang dialami Sri Budiyono itu di Polda Jateng. Sebab, sejak dilaporkan pada 2021, berkas tidak kunjung lengkap.
Sri Budiyono pun sudah menyampaikan surat pengaduan ke beberapa instansi mulai dari Kantor Staf Presiden, hingga Menkopolhukam yang ditujukan pada Menteri Mahfud MD. (gaf/zil)