PARA korban mafia jual beli apartemen yang tergabung dalam Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) Apartemen Malioboro City akan kembali aksi damai di kantor Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Daerah Istimewa Yogyakarta (DLHK DIY).
Kedatangan mereka terkait adanya kejanggalan terkait persetujuan lingkungan Apartemen Malioboro City, karena menurut Ketua P3SRS Apartemen Malioboro City, Edi Hardiyanto seharusnya DLHK DIY jangan berbicara aturan baku dan kaku.
“Harus dilihat dulu dari awalnya ini, harus ada solusi sederhana yang sifatnya kebijakan khusus, jangan justru ini dianggap menjadi syarat mutlak dan harus serta wajib,” ujar Edi, Selasa, 19 November 2024 dalam siaran persnya.
Dia meminta pihak DLHK DIY memberikan solusi yang sederhana, sehingga SLF Apartemen Malioboro City bisa dikeluarkan.
“Jangan dicari-cari masalahnya atau kelemahannya, kapan mau selesainya jika hal ini dijadikan dasar untuk mengambil keputusan,” katanya.
Dalam rencana aksinya ini, para korban juga kembali mendesak Gubernur DIY sebagai wakil pemerintahan pusat untuk membantu menyelesaikan permasalahan di Apartemen Malioboro City.
“Kami sudah bersurat kepada Gubernur DIY dan Kadis DLHK DIY terkait permasalahan lingkungan ini, karena ini ramah dan wewenangnya DLHK DIY,” katanya.
Aksi unik juga akan ditampilkan para korban dengan menggunakan puluhan gerobak sapi dari lapangan Mandala Krida menuju Kantor DLHK DIY, sebagai simbol rakyat yang tertatih dan terus berjalan untuk mendapatkan keadilan.
“Gerobak sapi merupakan simbol perlawanan kami sebagai rakyat jelata yang menghadap pemimpin, dengan gerobak sapi kami tidak akan menyerah dan akan tetap berjalan walaupun harus tertatih-tatih,” katanya.
Selain mengendarai gerobak sapi, dalam aksinya mendatang, dijelaskan Edi, massa akan membawa berbagai tuntutan maupun poster yang berisikan tuntutan perijinan yang sampai saat ini belum selesai.
“Ini penting sebagai legalitas kepemilikan apartemen yang sudah kita bayar, namub belum ada kejelasan dan kepastiannya,” katanya.
Sementara, Sekretaris P3SRS Apartemen Malioboro City, Budijono menyampaikan harapan dari para korban supaya DLHK DIY jangan memperlakukan aturan yang bukan pakemnya.
“Ini menjadi hambatan SLF keluar, kami akan ikuti aturan jika memang masih dalam koridor, harus dan wajib bukan malah mempersulit masyarakat untuk mendapatkan haknya,” katanya.
Budi juga berharap kepada Gubernur DIY untuk bisa mengakomodir apa yang menjadi tujuan utama para korban mafia tanah pada kasus Malioboro City.
“Kami berharap Ngarsa Dalem Sri Sultan HB X membantu masyarakat jangan didiamkan saja, kami membutuhkan pengayoman dan solusi dari Gubernur,” katanya.
Dia juga menambahkan, pengembang hitam yang merusak investasi di Sleman dan Yogyakarta harus diadili, karena sudah banyak bukti dan korban.
“Maka kita dukung langkah nyata pak Presiden Prabowo dan Gibran segera bersih-bersih jika ada oknum aparat hukum yang ingin bermain di Yogyakarta,” pungkasnya.
Berikut poin-poin yang akan disampaikan oleh P3SRS Apartemen Malioboro City:
1. Malioboro City sudah terbit Amdal berdasakan SK Bupati Sleman tahun 2014, dengan total luas 3.1 Ha, meliputi:
* Shop Office
* Hotel Levica
* Max one Hotel
* MC Regency (saat ini menjadi Malioboro City).
2. MNC Bank sudah mengajukan SLF dimana dari awal 30 syarat yang harus dipenuhi, saat ini terdapat sisa syarat administrasi yaitu “perubahan persetujuan lingkungan” karena Amdal atas nama PT Inti Hosmed.
3. MNC Bank melakukan pengurusan SLF bersifat melanjutkan dan bukan membuat perijinan baru.
4. Lido Hotel Yogyakarta sudah melakukan pelaporan UKL – UPL untuk semester 1 tahun 2024, sehingga khusus apartemen dan hotel sudah terdapat penanggungjawab lingkungannya.
5. MC Regency dalam Amdal secara objek tidak terdapat perubahan kecuali subjek dari Inti Hosmed menjadi MNC Bank atau pelaku usaha yang ditunjuk.
6. Untuk melanjutkan SLF saran kiranya agar MNC cukup membuat pernyataan untuk menjadi penanggungjawab lingkungan khusus area Hotel dan Apartemen.
7. Secara aturan apabila hanya perubahan nama pemilik atau pelaku usaha tidak perlu membuat dokumen lingkungan baru, melainkan hanya perubahan SK (pasal 93 PP 22 tahun 2021).
8. Besar harapan kami, permasalahan administrasi ini tidak menghambat proses SLF yang mana syarat lain (teknis dan administrasi) sudah berusaha dipenuhi. (*)