KETIKA berbicara sejarah yang terjadi adalah simplifikasi, hanya satu peristiwa, hanya satu aktor. Apalagi ketika masuk konstruksi politik, itu tergantung siapa pemenang politik di suatu rezim dan dia yang akan mengonstruksi tunggal.
Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Dr H Haedar Nashir, MSi, sebelum membuka Kongres Sejarawan Muhammadiyah Tahun 2021, Sabtu (27/11/2021).
Dijelaskan Ketua Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah, Dr Muchlas, MT, kegiatan yang dilakukan secara bauran dan luring terbatas di Kampus Utama UAD Jl Jenderal Ahmad Yani, Ringroad Selatan, Kragilan, Tamanan, Kapanewon Banguntapan, Kabupaten Bantul, untuk merayakan penulisan sejarah (historiografi) Muhammadiyah yang berusia 50 tahun.
“Dan membangun ekosistem sejarawan di internal Muhammadiyah sekaligus menginstal kesadaran historis yang begitu penting bagi Muhammadiyah,” kata Muchlas, didampingi Ghifari Yuristiadhi Masyhari Makhasi selaku ketua panitia.
Dikatakan Haedar, sejarah sering membicarakan peristiwa masa lampau. “Sebagai disiplin ilmu yang berfungsi untuk melacak kebenaran peristiwa yang terjadi di masa lalu, sejarah harus diungkapkan secara jujur dan apa adanya,” kata Haedar Nashir.
Menurutnya, rekaman peristiwa sejarah yang terjadi tidak mungkin tunggal atau terpisah dengan peristiwa yang lain. “Melainkan tersusun berdasarkan urutan kronologis,” ungkap Haedar Nashir.
Guru Besar UMY itu mengatakan, sejarah harus dibuktikan dengan mengikuti kaidah-kaidah ilmu pengetahuan tanpa dilatari bias politik dan kepentingan individu atau kelompok. “Masyarakat yang pasif mungkin tidak pernah tahu bias tersebut sehingga seringkali pandangan akademisi yang telah mengkaji sejarah sejalan dengan kaidah-kaidah objektif ilmiah dikalahkan oleh keputusan penguasa,” paparnya.
Dikatakan Haedar, kepentingan-kepentingan politik seringkali terjadi dusta akan sejarah atau pendustaan terhadap sejarah atau mungkin bisa juga dibilang konstruksi sepihak yang sebenarnya tidak boleh terjadi.
“Karena sekali bisa dilakukan oleh otoritas manapun sejarah tidak bisa dimanipulasi dan suatu saat otoritas itu akan rekonstruksi oleh otoritas yang lain,” ungkap Haedar.
Kongres Sejarawan Muhammadiyah yang berlangsung pada 27-28 November 2021 ini menghadirkan 20 pembicara dalam 6 sesi panel dan 34 pembicara dalam 4 sesi paralel untuk memetakan kajian historiografi Muhammadiyah selama ini.
Juga memetakan lokasi arsip-arsip untuk penelitian sejarah Muhammadiyah, mewacanakan pahlawan nasional berikutnya dari Muhammadiyah, mendorong hadirnya prodi ilmu sejarah atau sejarah Islam di salah satu PTM.
Hingga saat ini di lingkungan Muhammadiyah baru ada 4 Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) yang punya prodi pendidikan sejarah.
Melalui kongres ini akan dibentuk pula Forum Sejarawan Muhammadiyah yang akan menjadi ruang silaturahmi dan dialektika para sejarawan serta peneliti sejarah Muhammadiyah.
Ke depan, akan ada Jurnal Sejarah Muhammadiyah yang dikelola UAD Yogyakarta dan Museum Muhammadiyah. Selain juga ada Pusat Arsip dan Record Center Muhammadiyah.
Pada kesempatan itu, Kongres Sejarawan Muhammadiyah 2021 memberikan life achievement awards kepada sejarawan dan peneliti Muhammadiyah: Prof Dr Mitsuo Nakamura, Prof Dr Kuntowijoyo (alm), Drs Ahmad Adaby Darban, SU (alm), Dr Suwarno, MSi (alm) dan MT Arifin (alm). Mereka semua telah mendedikasikan hidupnya untuk mengkaji sejarah Muhammadiyah dengan berbagai pendekatan. (Fan)