KOMISI Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI merekomendasikan Komisi Pemilihan Umum (KPU), pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menunda pelaksanaan tahapan pemilihan kepala daerah (pilkada) lanjutan hingga situasi kondisi penyebaran virus Covid-19 berakhir atau mampu dikendalikan.
Selainitu, Komnas HAM juga mendorong agar seluruh proses yang telah berjalan tetap dinyatakan sah dan berlaku untuk memberikan jaminan kepastian hukum bagi para peserta pilkada.
Demikian disampaikan oleh Komisioner Komnas HAM dalam Tim Pemantau Pilkada 2020 Komnas HAM RI Hairansyah di Jakarta, Jumat (11/9/2020).
Pemilihan kepala daerah 2020 akan diikuti oleh 270, terdiri dari pemilihan untuk tingkat provinsi sebanyak 9 wilayah, 224 pemilihan tingkat kabupaten, dan 37 kota di Indonesia.
Adapun tahapannya sudah hampir memasuki penetapan calon kepala daerah yang diikuti deklarasi pada 23 September 2020.
Lalu diikuti masa kampanye, dan pemungutan suara pada 9 Desember 2020, penghitungan suara dan penetapan calon terpilih.
Menurut Komnas HAM rangkaian proses pilkada akan melibatkan massa yang banyak, sedangkan penyebaran Covid-19 belum dapat dikendalikan serta mengalami tren yang terus meningkat termasuk di daerah yang menyelenggarakan pilkada.
Mengutip data resmi dari pemerintah (www.covid19.go.id) tertanggal 10 September 2020 terus menunjukkan peningkatan sebaran.
Perkembangan kasus kumulatif per 10 September 2020 menunjukan peningkatan sebesar 3.861 kasus, seperti di Provinsi Sumatera Barat menjadi 3.124 kasus, Jambi 309 kasus, Bengkulu 400 kasus, Kepulauan Riau 1.340 kasus, Kalimantan Tengah 2.887 kasus, Kalimantan Selatan 9.078 kasus, Kalimantan Utara 458 kasus, Sulawesi Utara 4.064 kasus dan Sulawesi Tengah 261 kasus.
“Hal ini sangat berpengaruh terhadap Pelaksanaan pilkada serentak 2020, karena kesehatan dan keselamatan baik penyelenggara, pasangan calob dan pemilih dipertaruhkan,” ujar Hairansyah.
Berdasarkandata rekap pendaftaran pasangan calon pemilihan 2020 tanggal 4-6 September 2020 yang dikeluarkan oleh KPU RI, dari 728 Bakal Pasangan Calon (Bapaslon) yang sudah terdaftar dan telah diterima, sebanyak 59 bapaslon diantaranya terkonfirmasi positif terpapar virus Covid-19.
Demikian juga petugas Bawaslu Daerah, imbuhnya, yang menjadi klaster di Boyolali, Jawa Tengah, dikabarkan terdapat 70 pengawas pemilu positif Covid-19.
“Halini menunjukkan klaster baru Pilkada benar adanya. Pelaksanaan protokol kesehatan yang diwajibkan dalam setiap tahapan belum diterapkan maksimal,” tegasnya.
Disampaikannya, bahwa Presiden Jokowi juga telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali kota Menjadi Undang-Undang.
“Dengan belum terkendalinya penyebaran covid-19 maka penundaan tahapan pilkada memiliki landasan yuridis yang kuat,” tegas Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM yang juga Tim Pemantau Pilkada Komnas HAM RI Amiruddin.
Ia menyatakan penyebaran virus Covid-19 semakin nyata, dari segi hak asasi manusia, dilanjutkannya pilkada berpotensi melanggar hak-hak antara lain hak untuk hidup (right to life), hak masyarakat atas kesehatan, dan hak atas rasa aman. (miol/zas)