PEMERINTAH diminta bisa menyiapkan langkah-langkah yang tepat untuk mengantisipasi implikasi dari keputusan menetapkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025.
Keputusan ini dinilai akan memiliki pengaruh terhadap perekonomian, terutama bagi masyarakat luas.
Ahli pemodelan ekonomi dan perdagangan internasional INDEF, Ahmad Heri Firdaus dalam diskusi yang digelar di Pimnas Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), Jakarta, Rabu 18 Desember 2024 mengungkapkan bahwa kebijakan menaikkan pajak ini seperti mengambil madu, tapi jangan sampai terganggu lebahnya.
Implikasi kenaikan pajak, menurut Firdaus, secara langsung bisa mempengaruhi sisi konsumsi.
“Kenaikan pajak bisa berpengaruh terhadap daya beli masyarakat. Selain itu juga akan berpengaruh di sektor tenaga kerja, bisa terjadi pengurangan jam kerja atau penurunan pendapatan,” ujarnya.
Implikasinya, tingkat konsumsi bisa turun dan ini bisa mempengaruhi target pertumbuhan ekonomi. Tidak tercapainya target pertumbuhan ekonomi, akan berpengaruh Kembali ke daya beli.
“Alur ini akan terus melingkar-lingkar seperti ini,” katanya.
Intinya, kata Firdaus, kebijakan fiskal ekspansif ini, seperti kenaikan pajak, bisa “mengerem ekonomi”.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng yang hadir sebagai pembicara, mengingatkan bahwa menaikkan pajak, bukan satu-satunya cara untuk menaikkan pendapatan negara.
Menurut Salamuddin Daeng, kondisi keuangan negara memang sedang tidak baik-baik saja. Oleh karena itu, dibutuhkan langkah yang lebih berani dari pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara.
“Pajak itu seharusnya pendapatan sekunder. Pendapatan besar yang bisa dihimpun oleh negara adalah Sumber Daya Alam,” ungkapnya.
Ditegaskan, Indonesia adalah negara yang kaya dengan SDA. Ini merupakan kekayaan yang bisa digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan bangsa dan negara, dan kemakmuran rakyat. Persoalannya, hal ini bisa dilakukan karena sistem keungan negara yang belum berubah.
Menurut Salamuddin, untuk meningkatkan pendapatan negara, yang harus dilakukan adalah mengubah sistem. “Bukan meneruskan sistem lama yang terbukti belum berhasil,” katanya.
Salah satu yang bisa dilakukan, menurut Salamuddin, adalah penerapan sistem bagi hasil di sektor Sumber Daya Alam (SDA).
“Pendapatan negara bisa dilakukan dengan sistem bagi hasil, bukan pajak. Dengan sistem bagi hasil terhadap pengelolaan Sumber Daya Alam, hasil yang masuk ke negara akan jauh lebih besar dibanding pajak,” pungkasnya. (far/kys)
Discussion about this post