PRESIDEN Joko Widodo alias Jokowi kembali menunjukkan kekecewaannya kepada menteri yang dianggap bekerja lamban dan berkinerja rendah dalam menghadapi dampak Covid-19.
Kali ini, hal yang disoroti Jokowi perihal sense of crisis para pembantunya dimasa pandemi Covid-19 yang dianggapnya kurang dimiliki para menteri. Tercatat, sudah tiga kali Kepala negara mengungkapkan kekesalannya tersebut pada rapat kabinet.
“Di Kementerian-kementerian, di lembaga ini, aura krisisnya belum betul-betul belum. Masih sekali lagi kejebak pada pekerjaan harian, enggak tahu prioritas yang harus dikerjakan,” kata Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, 3 Agustus 2020.
Mendengar ungkapan kekecewaan Presiden Jokowi tersebut, Ketua umum Relawan Jokowi atau ReJO HM Darmizal menyatakan, bahwa Jokowi terlalu sabar dalam menghadapi pembantunya yang berkinerja rendah.
Seharusnya, Jokowi mengganti pembantu yang tidak mampu mengimbangi kerjanya untuk segera memperbaiki keadaan.
“Presiden Jokowi marah, ReJO pasti kecewa. Mestinya pembantu Jokowi sudah bergerak lebih cepat, melaksanakan arahan presiden, mencari solusi, membuat terobosan yang cerdas agar Indonesia selamat dari krisis yang sudah melanda banyak negara didunia. Ketersediaan dana yang begitu besar dan UU No 2 tahun 2020, dapat menjadi stimulus penyelamatan ekonomi nasional disertai menjalankan protokol kesehatan dengan lebih ketat mestinya mampu menjadi pilar kuat untuk bertahan dari turbulen dampak Covid19 yang luar biasa. Jangan biarkan presiden bekerja mati-matian sendiri, sementara menteri hanya menjalankan rutinitas tanpa prestasi,” ujar Darmizal dalam keteranganya Selasa 4 Agustus 2020.
Ditambahkan Wabemdum ICMI Pusat ini, terpapar atau terkapar pilih pulih mana?. Itulah pertanyaan yang paling penting untuk dijawab oleh pembantu presiden. Keduanya mesti dikerjakan sejalan atau berbarengan. Namun dengan skala prioritas kepada pemulihan ekonomi masyarakat melalui percepatan aliran dana dan penetapan kebijakan yang pro pada tumbuhnya usaha koperasi, UMKM dan BUMDes. Merekalah yang mesti di bailout atau diselamatkan agar putaran ekonomi bergerak ditengah mayoritas masyarakat.
Selama ini, lanjutnya, terbukti bahwa sektor mikro mampu menjadi penyanggah ketahanan ekonomi nasional ditengah krisis. Dinilah perlunya sense of crisis yang sama antara para menteri dengan presiden. Menteri itu harus punya frekuensi, punya channel yang sama dengan presiden Jokowi.
Ditegaskan mantan pimpinan Komisi Pengawas (Komwas) DPP Partai Demokrat ini, saat ini para menteri harus benar-benar fokus dan sepenuhnya menjalankan visi presiden. Tidak ada visi menteri. Apalagi menteri yang ingin membangun citra atau punya agenda untuk target politiknya pada 2024.
“Tidak ada visi menteri, yang ada visi presiden. Maka semua harus bergerak sesuai cara yang sudah digariskan. Jangan punya agenda lain kecuali hanya menjalankan visi presiden atau minggir sekalian,” ujar Darmizal.
Pria berdarah Minang ini meyakini, presiden Jokowi ikhlas dan siap mempertaruhkan reputasinya. Beliau tidak akan pernah letih mencintai bangsa Indonesia yang hebat ini. Namun pak Jokowi juga harus dibantu tokoh yang semangatnya sama. Untuk itu, reshuflle adalah obat pahit yang dapat memperbaiki keadaan.
“Banyak tokoh ekonomi kerakyatan dan merakyat yang siap berjuang sejalan dengan presiden Jokowi hingga 2024 yang sudah semakin dekat”.
“Kini saatnya pemulihan ekonomi dan kehidupan rakyat. Presiden perlu menteri yang paham betul tentang tugasnya,” demikian Darmizal menjelaskan. (oktavira sabarina)