DIREKTUR Rumah Politik Indonesia Fernando EMas menduga ada peranan yang berlebih dari relawan Jokowi bernama Projo jika dibandingkan dengan lembaga lain.
Hal tersebut sependapat dengan fakta yang terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi I DPR RI dengan Gubernur Lemhannas dan Sesjen Wantannas di Gedung Nusantara II DPR RI, Kamis (14/6/2024) lalu.
Saat itu Wakil Ketua Komisi I DPR RI yang juga merupakan Wasekjen PDIP, yakni Utut Adianto memberikan pernyataan yang mengejutkan, bahwa menurutnya Presiden Jokowi lebih mau mendengar suara dari para relawannya seperti Projo dan Bara JP daripada mendengar Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) dan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas).
“Apakah memang Projo sudah sampai sehebat itu pengaruhnya terhadap Presiden Jokowi?. Kalau memang benar apa yang disampaikan oleh Utut, berarti Jokowi saya anggap salah dalam memilih pihak yang dianggap penting diajak diskusi dan pertimbangannya,” kata Fernando Jumat 21 Juni 2024.
Dirinya menduga, ada kebijakan presiden Jokowi yang dibisikan oleh Ketua umum Projo Budi Arie Setiadji yang kini menjabat sebagai Menkominfo yang kurang tepat. Sehingga, berbagai kebijakan Jokowi justru dinilai tidak tepat oleh rakyat.
“Jangan-jangan karena bisikan dari Projo sehingga belakangan banyak kebijakan Jokowi banyak membuat masyarakat resah dan gusar terhadap pemerintahannya,” ungkapnya.
Fernando mencontohkan, belakangan ini ada beberapa kebijakan Jokowi yang dianggap memberatkan masyarakat seperti kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT), kenaikan PPN, dan Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA).
“Ternyata Jokowi hanya mampu memanfaatkan Intelijen untuk “memata-matai” partai politik terkait gerakan mereka mengenai dukungan pada saat Pilpres yang lalu. Namun tidak mampu mencari informasi mengenai kemampuan Projo sesungguhnya,” tegas Fernando.
Kalau memang benar apa yang disampaikan Utut, lanjut Fernando, berarti Jokowi sudah keliru dalam menilai Projo. Apalagi terkait dengan pemerintahan yang seharusnya lebih mempertimbangkan lembaga yang kredibel dan berpengalaman seperti Wantannas dan Lemhannas.
“Sama halnya dalam mengangkat Ketum Projo, Budi Arie menjadi Menteri Komunikasi dan Informatika sepertinya Jokowi juga sudah “kecolongan”. Karena setelah satu tahun lebih dilantik namun tidak berhasil menyelesaikan persoalan seperti judi online,” ujar Fernando.
Terlebih menurut Fernando, keputusan Budi Arie yang saat itu mengangkat Fadhilah Mathar sebagai Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Kominfo dinilai kurang tepat.
Karena, ungkap Fernando, orang tersebut dinyatakan tidak lulus menjalani tes asesmen pada saat Mahfud MD yang saat itu menjadi Plt Menkominfo menggantikan Jhony Plate.
“Sebaiknya presiden Jokowi segera “bertobat” sehingga akan mengakhiri jabatannya dengan baik dan akan tetap terhormat setelah tidak lagi menjabat sebagai Presiden. Jangan lagi menjadikan Projo sebagai pembisik yang lebih didengarkan,” pungkas Fernando. (fat/kila)
Discussion about this post