PRESIDEN Joko Widodo diminta memecat para Menteri yang diduga terlibat dalam bisnis tes polymerase chain reaction (PCR) selama covid-19.
Hal itu dikatakan Mirah Sumirat, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia).
Menurutnya, adapun menteri yang diduga tersebut adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir.
Diketahui, salah satu perusahaan yang mempunyai peran dalam bisnis PCR di Indonesia adalah PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI). Dimana sebagian saham PT Genomik Solidaritas Indonesia dipunyai oleh PT Toba Sejahtera dan PT Toba Bumi Energi.
Kedua perusahaan ini terafiliasi dengan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Pemilik saham GSI Lab lainnya adalah Yayasan Adaro Bangun Energi, organisasi nirlaba di bawah PT Adaro Energy Tbk milik Garibaldi Thohir, kakak Menteri BUMN Erick Thohir.
“Dugaan skandal bisnis PCR di tengah pandemi Covid-19 yang sangat memalukan ini, harus diusut tuntas, demikian disampaikan Mirah Sumirat,” katanya dalam keterangan pers tertulis (09/11).
Mirah Sumirat menyatakan, dugaan terjadinya konflik kepentingan sangat terlihat jelas. Luhut Binsar Panjaitan menjabat sebagai Wakil Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KCP PEN) dan Koordinator Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali. Pernah menjadi Satgas Covid-19 guna menekan penyebaran Covid-19 di 9 provinsi prioritas.
Di satu sisi, Luhut Binsar Panjaitan menjadi pihak yang memiliki kewenangan mengatur kebijakan penanggulangan Covid-19. Di sisi lain, Luhut Binsar Panjaitan terkait dengan perusahaan yang berbisnis PCR di Indonesia.
“Sehingga patut diduga segala kebijakan yang dibuat dalam menanggulangi Covid-19, dapat diatur sedemikian rupa agar menguntungkan bisnisnya,” ungkap Mirah Sumirat
Dia menjelaskan, keprihatinannya, di saat rakyat semakin sulit dan menderita, di saat jutaan pekerja dirumahkan, diputus hubungan kerjanya (PHK), kehilangan penghasilan, hingga banyak perusahaan gulung tikar karena berbagai kebijakan pemerintah selama pandemi Covid 19, ternyata para pejabatnya justru diduga kuat telah mengambil keuntungan bisnis di tengah pandemi.
“Sebagai perusahaan yang menjalankan bisnis PCR, mereka tentukan sendiri harga jualnya. Sebagai pejabat pemerintah, mereka sendiri yang menetapkan perubahan status PPKM serta memaksakan kewajiban PCR untuk berbagai keperluan. Konflik kepentingannya sangat “telanjang”, tegas Mirah Sumirat.
Mirah Sumirat juga menengarai di akhir tahun ini, di saat libur Natal dan tahun baru, diduga pemerintah akan kembali membuat pembatasan aktivitas masyarakat dan mewajibkan test PCR atau antigen kepada masyarakat.
“ASPEK Indonesia meminta agar Pemerintah menghentikan berbagai kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), atau apapun namanya, termasuk menghentikan kewajiban PCR maupun antigen sebagai syarat perjalanan di tengah pandemi Covid-19. Jangan persulit masyarakat lagi, dengan berbagai kebijakan yang justru akan mematikan ekonomi masyarakat bawah,” demikian Mirah Sumirat. (sal/lif)