KETUA Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat (Sumbar), Fauzi Bahar mengkritisi pernyataan Pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas soal toa masjid dan gonggongan anjing.
Menurutnya, pertanyaan Menteri Agama itu telah melukai hati banyak kalangan terutama masyarakat di Minangkabau.
Kata Fauzi Bahar, Menteri Agama telah menyalahgunakan wewenang yang telah diberikan oleh presiden Jokowi.
“Kasihan kita kepada bapak Presiden. Karena dia (Menteri Agama) telah menyalahgunakan wewenang ini,” jelas Fauzi Bahar dalam rekaman video yang viral di group WhatsApp berdurasi 1:19 detik yang lihat InilahJogja.com, Kamis 24 Februari 2022.
Mantan Walikota Padang, Sumatera Barat dua periode ini menegaskan, Menteri Agama haram meniginjakkan kakinya di tanah Minangkabau.
“Saya atas nama Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau menyatakan haram kakinya Menteri Agama menginjak tanah Minangkabau,” tegasnya.
Dijelaskan Fauzi Bahar, Minangkabau ini adalah Islam sejati. “Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah”.
“Sudah kebangetan banget ini Menteri Agama. Demi Allah kita akan berjuang untuk perjuangan ini,” kata Fauzi Bahar dipenghujung video tersebut.
Pernyataan Menteri Agama
Sebelumnya, Menteri Agama Yaqut menjelaskan, dia tidak melarang penggunaan pengeras suara oleh masjid ataupun musala. Menurutnya, pemerintah hanya mengatur besar volume.
“Soal aturan azan, kita sudah terbitkan surat edaran pengaturan. Kita tidak melarang masjid-musala menggunakan toa, tidak. Silakan. Karena itu syiar agama Islam,” katanya di Gedung Daerah Provinsi Riau, Rabu (23/2/2022).
Dia meminta volume pengeras suara diatur maksimal 100 desibel (dB) sebagaimana tertera dalam Surat Edaran Menteri Agama No SE 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala. Selain itu, waktu penggunaan disesuaikan di setiap waktu sebelum azan.
“Ini harus diatur bagaimana volume speaker tidak boleh kencang-kencang, 100 dB maksimal. Diatur kapan mereka bisa mulai gunakan speaker itu sebelum dan setelah azan. Tidak ada pelarangan,” ujar Yaqut.
“Aturan ini dibuat semata-mata hanya untuk membuat masyarakat kita semakin harmonis. Meningkatkan manfaat dan mengurangi ketidakmanfaatan,” sambungnya.
Yaqut menilai suara-suara dari masjid selama ini merupakan bentuk syiar. Namun dia menilai suara dari masjid bisa menimbulkan gangguan jika dinyalakan dalam waktu bersamaan.
“Misalnya ya di daerah yang mayoritas muslim. Hampir setiap 100-200 meter itu ada musala-masjid. Bayangkan kalau kemudian dalam waktu bersamaan mereka menyalakan toa bersamaan di atas. Itu bukan lagi syiar, tapi gangguan buat sekitarnya,” katanya.
“Kita bayangkan lagi, saya muslim, saya hidup di lingkungan non muslim. Kemudian rumah ibadah saudara-saudara kita non muslim menghidupkan toa sehari lima kali dengan kenceng-kenceng, itu rasanya bagaimana,” kata Yaqut lagi.
Dia kemudian mencontohkan suara-suara lain yang dapat menimbulkan gangguan. Salah satunya ialah gonggongan anjing.
“Yang paling sederhana lagi, kalau kita hidup dalam satu kompleks, misalnya. Kiri, kanan, depan belakang pelihara anjing semua. Misalnya menggonggong dalam waktu bersamaan, kita ini terganggu nggak? Artinya apa? Suara-suara ini, apa pun suara itu, harus kita atur supaya tidak jadi gangguan. Speaker di musala-masjid silakan dipakai, tetapi tolong diatur agar tidak ada terganggu,” katanya.
(tan/zil)