PULUHAN warga Padukuhan Pengkol, Kalurahan Pengkol, Kepanewonan Nglipar, Gunungkidul menggelar tahlilan di Rumah Budaya Pengkol, dilanjutkan dengan kirab empat pusaka, pada Rabu (19/08/2020) malam lalu.
Dirumah tersebut, warga menyediakan ingkung, nasi tumpeng dan sesaji lain untuk didoakan bersama. Tahlilan dimulai pukul 20.00 WIB dipimpin oleh tokoh agama setempat. Usai tahlilan, dilanjutkan prosesi serah terima pusaka dari Cucu Sri Sultan HB VIII, RM Hertriasnih kepada tokoh yang merawat keempat pusaka yakni Joko Nalendro.
Empat pusaka yang berada di Desa Pengkol diantaranya pusoko tombak Korowelang, tombak Kyai Umbul Katon, pusoko Cemethi Pamuk dan pusoko Payung Agung diarak menuju pemakaman Ki Ageng Damar Jati pengikut prabu Browijoyo Majapahit untuk kemudian dijamasi.
Usai dijamas, keempat pusaka tersebut dibawa kembali ke Rumah Budaya untuk disemayamkan. Prosesi dilanjutkan dengan menguras gentong Kyai Sobo yang berada di halaman Rumah Budaya Pengkol.
Dalam acara tersebut, para abdi dalem Kasultanan Kraton Ngayogyakarta tampak mendekati Gentong Kyai Sobo diikuti warga sekitar yang bermaksud ingin ngalap berkah atau membawa pulang dari air yang berada di dalam gentong. Setelah semua masyarakat kebagian air gentong, sedikit demi sedikit gentong kembali diisi air dari tujuh curug, dan tujuh tempuran sungai yang ada di Jawa.
Salah satu panitia Ngadiman mengatakan, air dalam gentong hanyalah sarana bagi yang percaya.
“Air dalam gentong ini berisi air dari lokasi yang memiliki keistimewaan,” katanya Sabtu 21 Agustus 2020.
Lebih detail Ngadiman menjelaskan, air tersebut diambil dari 7 sumber dari petilasan Walisongo. Air tersebut diambil dalam satu waktu yang kemudian diawetkan. Ditambah dengan berbagai air suci dari berbagai sumber mata air di Kabupaten Gunungkidul yang tak pernah kering meskipun musim kemarau.
“Semoga bisa terus dilestarikan, bahkan kelak kaum muda juga harus ikut aktif andil dalam merawat, menjaga serta melaksanakan tradisi yang dimiliki daerah,” jelasnya.
Disamping itu Ngadiman menyatakan, meski pandemi acara tetap dilaksanakan walaupun secara sederhana. Selain itu, berbagai pertunjukan seni yang sebelumnya rutin dilaksanakan saat ini ditiadakan dan diganti dengan santunan kepada anak yatim piatu dan duafa.
Terpisah, RM Hertriasnih mengatakan, bahwa empat jenis pusaka tersebut menunjukkan kekayaan budaya Jawa. Di mana masing-masing pusaka memiliki simbol dan makna yang berbeda.
“Seperti payung, warna dan unsurnya membedakan jabatan. Kalau dari sisi spiritual memiliki makna Mengayomi,” ucapnya. (har/wit)