PENGADILAN Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan Hubungan Industrial (HI) Yogyakarta menggelar sidang perdana kasus dugaan korupsi di tubuh Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Yogyakarta, Kamis, 13 Juni 2024, dengan terdakwa Agustinus Gatot Bintoro (51) yang terakhir diketahui menjabat Bendahara PMI Kota Yogyakarta periode 2016-2021 dan Pelaksana Tugas Harian PMI Kota Yogyakarta periode 2021-2026.
Dalam sidang perdana yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Wisnu Kristiyanto, SH, MH, dan anggota Gabriel Siallagan, SH, MH, serta Soebekti, SH beragendakan membacakan surat dakwaan.
Surat dakwaan setebal 20 halaman itu dibacakan langsung oleh Kepala Kejaksaan Negeri Kota Yogyakarta, Saptana Setia Budi, SH, MH, yang dalam jalannya sidang menjadi Jaksa Penuntut Umum.
Dalam surat dakwaan tersebut, terdakwa Agustinus Gatot Bintoro disebut mengambil alih tugas dan peran Pengelola Keuangan yang saat itu dijabat oleh Yanu Wahrinta, dengan dalih untuk membenahi pengelolaan keuangan PMI Kota Yogyakarta.
Terdakwa juga sekaligus memegang dan menguasai buku rekening bank dan buku cek penarikan uang atas nama rekening bank milik PMI Kota Yogyakarta.
Hal tersebut atas inisiatif saksi A Lilik Kurniawan dalam forum rapat pleno PMI Kota Yogyakarta masa bakti 2016-2021.
Dalam rapat pleno tersebut, usulan saksi disepakati bersama dan disetujui oleh pengurus PMI Kota Yogyakarta yang hadir, yaitu A. Lilik Kurniawab, Munif Tauhid, Adi Heru Husodo, Edy Buwono Eko Nugroho, FX Supardi, dan terdakwa Agustinus Gatot Bintoro.
Adapun yang diambil alih dan dikuasai terdakwa Agustinus Gatot Bintoro adalah berupa buku rekening bank dan buku cek penarikan uang atas 9 rekening bank, yaitu rekening BRI Cik Di Tiro, dua rekening Bank Mandiri Katamso, rekening BPD DIY Markas, rekening BPD DIY Senopati, rekening BNI 46, rekening BNI Klik, rekening BPD DIY Kotagede, rekening BNI Bencana.
“Bahwa terdakwa juga diberi kuasa untuk menjadi penandatangan dalam setiap penarikan uang atas sembilan rekening bank milik PMI Kota Yogyakarta bersama saksi Adi Heru Husodo selaku Ketua PMI Kota Yogyakarta masa bakti 2016-2021 dan saksi Edy Buwono Eko Nugroho, dengan ketentuan penandatangan dalam setiap penarikan uang bank berlaku tanda tangan dua orang dari tiga orang pemegang penandatanganan,” kata Jaksa Penuntut Umum.
Jaksa juga mengatakan, bahwa keputusan pengurus PMI Kota Yogyakarta masa bakti 2016-2021 yang memberikan peran dan tugas tambahan kepada terdakwa dan saksi Adi Heru Husodo untuk memegang dan menguasi buku rekening bank dan buku cek penarikan uang sehingga terdakwa dan saksi Adi Heru Husodo dapat melakukan penarikan uang tunai menggunakan cek dan melakukan pemindah bukuan keuangan antar rekening atas rekening bank milik PMI Kota Yogyakarta lalu menggunakan dana milik PMI Kota Yogyakarta tersebut adalah keputusan yang melawan hukum.
“Karena peran dan tugas Ketua dan Bendahara pengurus PMI Kota Yogyakarta berdasarkan petunjuk pelaksanaan tata kelola keuangan Palang Merah Indonesia yang diterbitkan dan ditetapkan pada tanggal 20 Maret 2012 oleh Pengurus Pusat Palang Merah Indonesia adalah sebagai penetap kebijakan yang peran dan tugasnya terbatas diatur dalam Bab II Pengelolaan Keuangan Huruf A Penetap Kebijakan,” katanya.
Selain itu dalam surat dakwaan itu juga disebutkan, bahwa saksi Yuwono H selaku Akuntan Publik telah membuat surat/dokumen yang isinya tidak benar, yaitu Laporan Auditor Independen Nomor: 060/2.0970/AU.2/11/0659-1/1/IX/2021 tanggal 10 September 2021.
Kemudian Jaksa juga menyebut, akibat perbuatan terdakwa baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama dengan pengurus PMI Kota Yogyakarta masa bakti 2016-2021 dan Pelaksana Tugas Harian PMI Kota Yogyakarta masa bakti 2021-2026. Negara yang dalam perkara ini PMI Kota Yogyakarta mengalami kerugian sebesar Rp.21.998.959.577,38 sebagaimana hasil perhitungan kerugian keuangan negara oleh Jaksa Penyidik, sebagaimana termuat dalam Berita Acara Penghitungan Kerugian Keuangan Negara oleh Jaksa Penyidik tanggal 3 Mei 2024.
“Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. Subsidair Pasal 35 ayat (2) Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi,” kata Jaksa. (rth)