DIREKTORAT Jenderal Pemasyarakatan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia turut berkontribusi dalam keberhasilan pengungkapan peredaran narkoba jenis sabu seberat 1.129 ton jaringan Timur Tengah dan Afrika (Nigeria).
Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Reynhard Silitonga, mengungkapkan bahwa keberhasilan pengungkapan peredaran narkoba jaringan internasional ini merupakan hasil sinergi antar aparat penegak hukum khususnya Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
“Melalui tiga kunci pemasyarakatan maju kami memang fokus dalam pemberantasan narkoba di dalam lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan negara (rutan) serta sinergi dengan APH lainnya. Sehingga kami sangat terbuka dalam kerja sama dan berkontribusi aktif dalam mengungkap peredaran narkoba,” ujar Reynhard, Senin (14/6/2021).
Pengungkapan tersebut berawal dari analisis yang dilakukan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dengan Tim Satgas Pengungkapan Kasus Narkoba Polda Metro Jaya terhadap jaringan sindikat internasional yang sudah diungkap sebelumnya selama sebulan terakhir. Sebelumnya peredaran narkoba jenis sabu seberat 1,5 ton jaringan Timur Tengah-Malaysia-Indonesia berhasil digagalkan.
“Kami berkomitmen akan terus bersinergi dalam memutus mata rantai peredaran narkoba. Informasi yang dibutuhkan terkait pengungkapan peredaran narkotika akan kami komunikasikan dengan APH lainnya sebagai bentuk kontribusi pemasyarakatan,” tegas Reynhard.
Dari pengungkapan jaringan narkoba Timur Tengah-Afrika tersebut diperkirakan nilai barang bukti mencapai Rp1.694 Triliun dan jika beredar dapat dikonsumsi sekitar 5,6 juta jiwa penduduk.
Sementara itu, sepanjang tahun 2020 petugas pemasyarakatan berhasil melakukan 215 kali penggagalan, dan sepanjang tahun 2021 berhasil dilakukan 68 kali penggagalan.
Sementara itu Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya, Kombes. Pol. Mukti Juharsa, S.I.K., mengungkapkan bahwa peredaran narkoba sindikat internasional tersebut dilakukan dengan memanfaatkan kondisi pandemi Covid-19 yang masih melanda di berbagai belahan dunia. Pengungkapan tersebut memberikan gambaran bahwa Indonesia saat ini mengalami banjir narkoba di masa pandemi Covid-19.
“Kami menggunakan strategi khusus yaitu preemtif strike dengan jalan mengungkap jaringan internasional dari hulu sebelum narkoba tersebut beredar di Indonesia. Langkah ini sangat efektif dan memberikan efek defference bagi para pengedar tersebut,” ujar Mukti.
Lebih lanjut Mukti mengungkapkan bahwa para pelaku disangkakan Pasal 114 ayat (2) subsider Pasal 115 ayat (2) lebih subsider Pasal 112 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman minimal pidana selama enam tahun maksimal hukuman mati. (adji/gaf)