KETUA DPR RI Puan Maharani mendukung program pemberian dosis keempat vaksin Covid-19 (booster kedua) yang kini diprioritaskan bagi tenaga kesehatan. Dirinya mendorong Pemerintah agar segera mengejar target jumlah pemberian booster pertama untuk masyarakat umum, mengingat cakupannya masih rendah.
“Pemberian booster kedua bagi tenaga kesehatan perlu dilakukan mengingat tren kenaikan kasus Covid-19 di Indonesia. Tenaga kesehatan merupakan kelompok yang paling berisiko tertular karena berada di garda terdepan penanggulangan Covid-19,” ujar Puan dalam keterangan persnya, Jumat (29/7/2022).
Berdasarkan informasi yang ia terima, kasus Covid-19 mengalami lonjakan yang cukup signifikan sejak beberapa waktu terakhir ini. Bahkan, penambahan kasus sudah mencapai lebih dari 7 ribu dalam satu hari. Sehingga, menurutnya, nakes harus menjadi prioritas vaksinasi booster kedua, menyusul adanya dua dokter yang meninggal dunia saat varian baru Omicron merebak di Indonesia.
Maka, perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI tersebut menegaskan, sasaran pertama program vaksinasi dosis keempat adalah 4 juta nakes di seluruh Indonesia. Ia mengimbau agar seluruh nakes yang sudah menerima vaksinasi Covid-19 booster pertama enam bulan lalu agar segara lanjut mengikuti program vaksin booster kedua.
Puan juga berharap, pemerintah menyiapkan vaksin Covid-19 sebanyak-banyaknya agar program vaksinasi booster kedua bisa segera diberikan kepada masyarakat umum. Dari sudut pandangnya, para ahli menyebutkan dibutuhkan dosis keempat untuk kembali menguatkan kekebalan tubuh agar imunitas masyarakat tetap terjaga, sekaligus sebagai upaya untuk mengurangi penyebaran varian Covid-19 baru.
“Tetapi penurunan antibodi setelah enam bulan vaksinasi dikhawatirkan membuat warga rentan terserang Covid-19. Apalagi menurut para ahli, Omicron varian BA.5 kemungkinannya lebih tinggi memicu reinfeksi. Mengingat tidak hanya tenaga kesehatan yang berisiko tertular, vaksinasi booster kedua perlu diperluas untuk masyarakat umum. Khususnya bagi lansia dan kelompok rentan lain,” jelas politisi PDI-Perjuangan tersebut.
Mantan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) itu turut mengingatkan Pemerintah untuk lebih serius lantaran cakupan vaksinasi dosis ketiga atau booster pertama masih berada di angka 25 persen dari target per Juli ini. Baginya, angka tersebut jauh di bawah cakupan 2 dosis vaksin sebelumnya.
“Dengan masih rendahnya cakupan vaksin dosis ketiga atau booster pertama, DPR menilai pemerintah perlu melakukan upaya khusus dan sosialisasi yang lebih optimal. Termasuk dengan menggandeng pihak swasta maupun berbagai kelompok masyarakat dalam pelaksanaan program vaksinasi booster,” terang Puan.
Puan menyebut, rendahnya cakupan booster pertama akan berdampak pada kekebalan komunitas, terutama di tengah pemulihan ekonomi nasional. Sementara, kata Puan, mobilitas masyarakat saat ini telah kembali normal.
“Intervensi melalui kebijakan yang mewajibkan booster harus lebih diperbanyak. Dengan begitu, kesadaran masyarakat untuk menerima vaksin dosis ketiga akan meningkat,” ungkapnya.
Berdasarkan penelitian, vaksinasi booster Covid-19 dapat mengurangi risiko gejala berat pada kasus Omicron BA.5 daripada Omicron BA.2. DPR mengajak masyarakat yang belum menerima vaksin Covid-19 dosis ketiga untuk segera mendatangi pusat-pusat vaksinasi dan menerima booster agar kekebalan tubuh lebih terjaga di tengah peningkatan kasus Corona.
“Ancaman Covid-19 masih tetap perlu diwaspadai, terutama pada kelompok masyarakat yang rentan. Masyarakat tidak boleh lengah dengan varian Covid-19 yang bisa dengan mudah menular. Menjaga diri sendiri, artinya turut menjaga keluarga dari ancaman virus,” imbau legislator dapil Jawa Tengah V tersebut.
Lebih lanjut, ia juga meminta agar kegiatan yang berpotensi menimbulkan keramaian dikurangi terlebih dahulu. Puan pun meminta Pemerintah lebih ketat melakukan pengawasan di seluruh sektor aktivitas masyarakat, termasuk kegiatan Pembelajaran Tatap Muka (PTM).
“Sudah semakin banyak sekolah yang menghentikan sementara PTM akibat ditemukannya kasus Covid-19. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah perlu melakukan evaluasi terhadap protokol kesehatan di lingkungan sekolah,” tegasnya.
Menurut Puan, PTM sangat dibutuhkan anak-anak setelah lebih dari 2 tahun mereka menjalani pembelajaran jarak jauh yang menyebabkan terjadinya cognitive learning loss. Meski begitu, temuan banyaknya kasus positif saat ini menunjukkan protokol kesehatan selama PTM mulai kendor.
“Pemerintah harus memastikan keamanan dan keselamatan anak selama berada di sekolah. Pengawasan terhadap penerapan protokol kesehatan harus semakin dimasifkan,” pungkasnya. (*/rth)