KETUA umum ReJO atau Relawan Jokowi for Prabowo Gibran HM Darmizal MS mengatakan, jika Presiden ke 7 RI, Joko Widodo kelak memimpin Partai Solidaritas Indonesia (PSI), diyakini akan merekonfigurasi politik demokrasi smbolik menjadi politik solidatitas yang lebih inklusif.
Hal itu dikatakan Darmizal saat diminta tanggapan oleh wartawan terkait nama Jokowi yang digadang-gadang menjadi Ketua umum PSI.
Menurut Darmizal, dunia saat ini membutuhkan satu solidaritas lebih dibandingkan sebelumnya, sejalan dengan risalah Bali democracy forum tahun 2022.
Darmizal mengatakan, nama Jokowi pantas menjadi Pemimpin atau Ketua umum PSI. Setidaknya ada sembilan alasan atau hal yang dapat dilihat sebagai landasan sudut pandangnya, antara lain.
Pertama, Jokowi memiliki pondasi sebagai simbol solidaritas dalam politik kerakyatan yang sesuai dengan perkembangan zaman.
“Jokowi telah membangun reputasi sebagai pemimpin yang mengedepankan nilai-nilai kerakyatan melalui pendekatan “blusukan” dan gaya kepemimpinan yang sederhana. Nilai solidaritas ini sejalan dengan platform PSI yang mengusung politik berbasis keberpihakan pada rakyat. Kesinambungan visi antara figur Jokowi dan PSI dapat menjadi dasar hubungan politik yang saling menguatkan, di mana solidaritas menjadi jembatan antara kepentingan elit politik dengan aspirasi masyarakat luas,” ujarnya Senin 19 Mei 2025.
Alasan kedua lanjut Darmizal, Jokowi merupakan antitesis terhadap demokrasi simbolik.
“Politik Indonesia sering terjebak dalam ritual demokrasi simbolik yang minim substansi. Jokowi, dengan pendekatan pragmatisnya, telah membuktikan diri sebagai pemimpin yang lebih mengutamakan hasil konkret daripada retorika,” ujarnya.
PSI sebagai partai yang relatif baru memiliki peluang untuk menawarkan alternatif politik substantif yang berfokus pada penyelesaian masalah nyata masyarakat. Kolaborasi keduanya berpotensi menjadi antitesis terhadap demokrasi simbolik yang sering dikritik sebagai hampa makna.
Landasan ketiga diungkapkan Darmizal yakni regenerasi politik berbasis nilai. PSI dikenal sebagai partai yang mengedepankan kiprah politisi muda dan ide-ide progresif. Jokowi, dengan pengalaman dan legitimasi politiknya, dapat menjadi mentor sekaligus jembatan antar generasi politik.
“Hubungan ini menciptakan model regenerasi politik yang tidak sekadar pergantian figur, tetapi juga transfer nilai-nilai solidaritas dan kepemimpinan berbasis empati. Transfer nilai ini esensial untuk membangun kontinuitas politik yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat,” ungkap Darmizal.
Masih menurut Darmizal sebagai landasan keempat, Jokowi menjadi rekonfigurasi melampaui politik identitas.
Politik Indonesia masih kental dengan politik identitas berbasis primordialisme. Jokowi, meski sering diasosiasikan dengan identitas Jawa dan basis dukungan nasionalis-religius moderat, telah menunjukkan kemampuan untuk bekerja melampaui sekat-sekat identitas.
“PSI dengan platformnya yang inklusif dapat memperkuat narasi politik berbasis solidaritas yang melampaui identitas sempit. Kolaborasi keduanya berpotensi merekonfigurasi politik identitas menjadi politik solidaritas yang lebih inklusif,” jelas Darmizal.
Landasan kelima, Jokowi sebagai pragmatisme politik dengan basis moral. Pendekatan Jokowi dalam politik sering dikategorikan sebagai pragmatisme. Namun, pragmatisme ini tidak berarti tanpa prinsip, melainkan pragmatisme yang berpijak pada realitas kebutuhan masyarakat.
“PSI dengan visi politiknya yang mengedepankan transparansi dan anti-korupsi dapat memberikan dimensi moral dalam pragmatisme politik. Sintesis antara pragmatisme Jokowi dan idealisme PSI berpotensi menciptakan politik yang berorientasi hasil namun tetap menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan etika,” tegasnya.
Landasan keenam, masih dikatakan Darmizal, solidaritas sebagai basis kebijakan publik. Kebijakan publik yang efektif harus berakar pada pemahaman mendalam tentang kebutuhan rakyat. Jokowi, dengan pendekatannya yang “membumi”, telah menunjukkan kemampuan untuk mendesain kebijakan yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
“PSI dapat menerjemahkan pendekatan ini menjadi platform kebijakan berbasis data yang komprehensif namun tetap memprioritaskan kelompok marjinal. Pendekatan kebijakan publik yang berakar pada solidaritas ini menjadi alternatif dari kebijakan yang cenderung elitis dan jauh dari realitas masyarakat,” ungkapnya.
Landasan ke tujuh, dijelaskan Darmizal, Jokowi mendemokratisasi ruang ekonomi. Keadilan ekonomi adalah dimensi krusial dari solidaritas. Jokowi, dengan program-program infrastruktur dan ekonominya, telah berupaya menciptakan konektivitas ekonomi antar daerah dan pemerataan pembangunan.
“PSI dapat memperkuat agenda ini dengan mendorong demokratisasi ekonomi yang lebih inklusif, terutama bagi generasi muda dan kelompok terpinggirkan. Kolaborasi keduanya berpotensi menciptakan model pembangunan ekonomi yang tidak hanya bertumpu pada pertumbuhan, tetapi juga pemerataan, kemanfaatan dan keberlanjutan,” terangnya.
Sebagai landasan kedelapan, Jokowi sebagai politik berbasis komunitas. Solidaritas tumbuh subur dalam ekosistem komunitas yang kuat. Jokowi, dengan pengalamannya sebagai walikota dan gubernur, memahami pentingnya penguatan komunitas lokal.
“PSI dengan jaringan aktivis mudanya memiliki kapasitas untuk memobilisasi komunitas berbasis isu. Sinergi keduanya dapat menciptakan model politik yang tidak hanya mengandalkan struktur partai formal, tetapi juga jaringan komunitas yang hidup dan responsif terhadap dinamika sosial,” ujar Darmizal.
Landasan terakhir atau kesembilan, urai Darmizal, Jokowi akan mampu meredefinisi kepemimpinan dalam era disrupsi. Era digital dan disrupsi teknologi menghadirkan tantangan sekaligus peluang bagi demokrasi. Jokowi telah menunjukkan adaptabilitasnya terhadap perubahan, meski dengan pendekatan yang kadang konvensional.
“PSI, sebagai partai yang akrab dengan teknologi dan isu-isu kontemporer, dapat membantu mendefinisikan ulang konsep kepemimpinan yang responsif terhadap disrupsi. Model kepemimpinan yang mengintegrasikan kebijaksanaan tradisional dengan ketangkasan digital ini esensial untuk menghadapi kompleksitas permasalahan masa depan dengan tetap menjunjung tinggi nilai solidaritas,” pungkas Darmizal. (far/kus)