INISIATOR Kongres Luar Biasa (KLB) partai Demokrat di Deli Serdang, Sumut Darmizal mempertanyakan demokrasi yang selalu didengungkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan putranya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Kata mantan Wakil Ketua Komisi Pengawas (Komwas) partai Demokrat ini, dimana-mana AHY dan SBY selalu menyatakan mari kita menegakan demokrasi.
Dia mempertanyakan, demokrasi seperti apa yang dimaksud oleh anak dan bapak tersebut?. Demokrasi dalam partai politik adalah kedaulatan anggota yang diimplementasikan melalui forum tertinggi pengambilan keputusan dalam Parpol. Hal itu sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) Undang-undang Partai Politik (Parpol) tahun 2008 dan Pasal 5 ayat (1) UU Parpol 2011.
“Forum tertinggi pengambilan keputusan diatur dalam AD/ART Parpol melalui Kongres atau Kongres Luar Biasa. Melalui Kongres inilah semua kuasa eksekutif, legislatif dan yudikatif Parpol dihasilkan. Ini demokrasi yang sesungguhnya dalam Parpol,” ujar Darmizal Senin 22 Maret 2021.
Pertanyaan kemudian, lanjut Darmizal, demokrasi seperti apa yang ada di Demokrat atau yang diinginkan SBY dan
diperjuangkan oleh AHY melalui AD/ART partai Demokrat tahun 2020 yang mengatur kekuasaan tertinggi ada pada Kongres/KLB tetapi kekuasaan tersebut diberikan kepada Majelis Tinggi Partai.
“Melalui kewenangannya yang absolut untuk memilih Caketum dan menetapkan seluruh kebijakan partai (kuasa eksekutif), membuat dan mengusulkan untuk ditetapkan AD/ART (kuasa legislatif), dan memutus perselisihan internal partai (kuasa yudikatif). Inilah demokrasi ala SBY dan apakah ini yang mau ditegakkan oleh SBY. Atau apakah ini yang mau diperjuangkan oleh kubu PD-AHY?,” ucapnya.
Menurut mantan Wakil Sekjend DPP partai Demokrat ini, demokrasi Parpol ada di forum tertinggi pengambilan keputusan dalam Kongres/KLB, bukan di tangan Majelis Tinggi Partai, sebuah nomenklatur yang tidak dikenal dalam UU Parpol.
“Jikalau demokrasi ada di tangan Majelis Tinggi Partai maka ini bukan lagi demokrasi tetapi tirani atau kesewenang-wenangan,” ungkap Darmizal.
Lebih lanjut dikatakan Darmizal, apa yang dilakukan oleh AHY dan SBY naga-naganya mau menegakan demokrasi ternyata membajak demokrasi. Ini sama saja dengan adagium menegakan hukum dengan melanggar hukum.
“Dalam teori politik dan demokrasi, ada trik politik yang dikembangkan oleh para pembajak demokrasi dengan selalu memunculkan propaganda, prokontra, pengaburan, kambing hitam, playing victim, pengalihan isu dan standar ganda (logical fallacy) seakan-akan mengembangkan kebebasan dan menegakkan demokrasi tetapi justru menancapkan tirani,” jelasnya.
Hal ini, masih menurut Darmizal, dilakukan secara sistemik dari hardpower, softpower sampai pada smartpower.
“Inilah yang terjadi dalam kemelut Demokrat, dan hal ini baru pertama terjadi dalam konflik kepartaian di Indonesia, yaitu demokrasi versus tirani,” demikian dikatakan Darmizal. (hal/fia)