Candi Ngawen Masih Ditutup untuk Pengunjung

CANDI Ngawen yang terletak di Desa Ngawen Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah saat ini masih tutup belum menerima kunjungan wisata. Candi tersebut telah tutup selama satu tahun ini karena pandemi covid-19, hal tersebut dikatakan Juru Pelihara (Jupel) Candi Ngawen, Sumantoro.

“Iya masih ditutup. Tutup dari tanggal 16 Maret tahun 2020 hingga sekarang. Sudah hampir satu tahun pandemi Covid-19 Candi Ngawen tidak dibuka untuk umum,” ujar Sumantoro, Minggu (7/3/2021).

“Seperti candi-candi kecil lainnya di bawah naungan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) juga tutup semua,” tambahnya.

Selain masih dalam kondisi tutup dari wisatawan, bangunan candi utama Candi Ngawen juga masih dibungkus plastik, guna mengantisipasi debu vulkanik erupsi Gunung Merapi.

“Hanya Candi utama saja yang dibungkus plastik, dan belum dilepas karena Gunung Merapi masih erupsi, dan belum ada perintah dari BPPTKG untuk melepas plastik tersebut,” terang Sumantoro.

“Alasan mengapa hanya candi yang terbesar saja yang dibungkus plastik, karena akan lebih sulit untuk membersihkannya jika terkena debu vulkanik, sebab harus naik ke bagian atas candi,” jelasnya.

Meskipun demikian, Mantoro tetap melakukan pembersihan rutin, untuk membersihkan lumut yang mudah tumbuh dipermukaan batu saat musim hujan.

“Pertumbuhan lumut pada musim hujan cepat, ditambah lichen alge paling lumut satu minggu dibersihkan sudah tumbuh lagi. Oleh karena itu perawatan dilakukan setiap hari, membersihkan lumut,” katanya.

Di komplek Candi Ngawen terdapat lima candi, yang ditemukan sekitar tahun 1811. Pemugaran pertama dilakukan oleh Belanda pada tahun 1925 hingga 1927, pemugaran selanjutnya pada tahun 2011-2012.

Di antara lima candi, masih terdapat empat candi yang belum selesai pemugarannya dan masih berbentuk pondasi. Dan satu candi yang sudah selesai pemugarannya ditutup dengan plastik.

“Batu bagian bangunan candi yang hilang atau belum ditemukan, maka untuk menyusunnya digantikan dengan batu pengganti, yang dibentuk sedemikian rupa agar dapat disusun gabung dengan batuannya, membentuk wujud bangunan candi. Sebagian besar adalah batu pengganti,” papar Sumantoro. (*/rth)

Exit mobile version