PULUHAN buruh dari Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY mendatangi Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DIY di Jalan Ring Road Timur, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Kamis (17/2/2022).
Para buruh menggelar mimbar bebas dan audiensi terkait Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 2 Tahun 2022 soal jaminan hari tua (JHT).
Sularman, salah satu perwakilan buruh mengatakan, kedatangannya ini dalam rangka menolak Permenaker tersebut karena dianggap merugikan kaum buruh.
“Intinya menolak Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 yang kalau (bahasa) viralnya itu jahat. Bagi buruh itu jahat banget karena JHT itu uang kita, hak kita, kenapa kok pemerintah harus ngrusuhi (merecoki) yang menjadi hak kita,” ujarnya.
Menurutnya, sebelum keluarnya Permenaker tersebut nasib buruh sudah menderita. Beban kerja tinggi tidak sebanding dengan gaji yang terbilang kecil.
“Sebelum ada aturan itu pun buruh sudah tersiksa oleh apa yang dilakukan pengusaha-pengusaha nakal itu, apalagi ditambah lagi dengan keadaan yang dilakukan oleh Menteri Tenaga Kerja dengan Permenaker itu semakin menambah tersiksanya kami,” ungkapnya.
Perwakilan buruh lain, Agung, menyebut uang JHT yang merupakan hak buruh sebenarnya bisa digunakan untuk modal usaha saat berhenti kerja. Namun jika harus menunggu usia 56 tahun, Agung khawatir dengan usia seseorang yang tidak bisa ditebak.
“Uang dari JHT digunakan untuk modal saja kurang, ini pengambilan JHT malah diundur sampai usia 56 tahun. Ya kalau panjang umur, kalau sebulan setelah di-PHK kemudian stres meninggal dunia, nah itu yang kita takutkan,” katanya.
Agung juga mempertanyakan uang yang disimpan dalam program JHT itu sebenarnya ada atau tidak. Apabila uangnya memang ada, mengapa proses pencairan harus ditunda hingga usia 56 tahun.
“JHT duite ki ono ora to (uangnya ada atau tidak) sebetulnya kok diulur-ulur sampai usia 56 tahun,” tegasnya.
Sementara Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DIY Aria Nugrahadi berjanji akan meneruskan aspirasi dari para buruh. Ia bahkan sudah meminta Kepala Dinas Kabupaten/Kota se-DIY untuk mengaktifkan kembali forum Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit untuk mendiskusikan permasalahan ini.
“Buah pikir dari teman-teman buruh saya harapkan lewat lembaga kerja sama tripartit. Nanti aspirasinya kami akan rangkai menjadi satu dengan rekomendasi dari LKS Tripartit di kabupaten-kota dan DIY,” pungkasnya. (daf/yul)
Discussion about this post