DETIK-detik menjelang pergantian Kapolri semakin dekat. Kapolri Jendral Pol Idham Aziz akan mengakhiri tugasnya sebagai anggota Polri pada Januari 2021 sehingga waktu untuk mempersiapkan calon Kapolri sudah tiba.
Tentu saja dinamika politik, hukum dan keamanan akan menjadi faktor yang sangat berpengaruh terhadap siapa calon yang paling layak dan diusulkan oleh Presiden.
Saat ini terdapat beberapa perwira tinggi Polri dengan pangkat Komisaris Jendral (bintang tiga) yang potensial untuk menjadi calon Kapolri pengganti Idham Aziz. Beberapa nama yang sudah beredar di publlik antara lain adalah Komjen Listyo Sigit Prabowo, menjabat sebagai Kabareskrim, alumni Akpol 1991, dengan masa dinas hingga 2027; Komjen Rycko Amelza Dahniel yang menjabat sebagai Kabaintelkam, peraih Adhi Makayasa Akpol 1988 ini masa dinas hingga 2024; Komjen Agus Andrianto, saat ini menjabat sebagai Kabaharkam, alumni Akpol 1989, dengan masa dinas hingga 2025.
Selain itu, satu nama di luar institusi Polri yang akhir-akhir ini semakin menguat sebagai kandidat Kapolri adalah Komjen Boy Rafli Amar. Boy Rafli sekarang menjabat sebagai Kepala BNPT.
Komjen Boy Rafli Amar cukup populer di kalangan masyarakat disaat menjabat sebagai Kadiv Humas Polri, alumni Akpol 1988 ini masa dinas aktif hingga 2023. Sosok lainnya adalah Komjen Gatot Eddy Pramono, yang menjabat sebagai Wakapolri, alumni Akpol 1988, dengan masa dinas aktif hingga 2023; Dan Komjen Agung Budi Maryoto, saat ini menjabat sebagai Irwasum Polri, alumni Akpol 1988, dengan masa dinas aktif hingga 2023.
Pengamat intelijen dan keamanan Stanislaus Riyanta memandang, Komjen Boy Rafli Amar adalah salah satu perwira tinggi Polri yang sangat potensial untuk menjadi Kapolri.
Dengan berbagai dinamika politik, hukum dan keamanan yang terjadi saat ini terutama isu-isu intoleran dan radikalisme terorisme maka sosok Boy Rafli Amar sangat tepat jika dipilih menjadi Kapolri.
“Kemampuan Boy Rafli Amar sebagai anggota Polri dapat dilihat dalam rekam jejak jabatannya yang cukup baik. Selain itu masa kerja yang masih 3 tahun cukup ideal untuk menjabat sebagai Kapolri. Masa kerja ini tidak terlalu pendek dan tidak terlalu panjang. Dengan masa kerja yang ideal maka program kerja dapat dilaksanakan dengan baik dan sistem kaderisasi tetap terjaga,” kata Stanislaus Senin 30 November 2020.
Pertimbangan lain yang disampaikan oleh Stanislaus adalah adanya isu kedekatan dengan pihak tertentu. Isu ini harus ditepis dengan menunjuk figur yang netral dan bebas dari kedekatan dengan pihak tertentu.
“Boy Rafli Amar bebas dari isu kedekatan dengan kubu tertentu yang sering disebut-sebut oleh publik. Pejabat publik yang bebas dari isu kedekatan dengan kubu tertentu akan lebih optimal dan total dalam bekerja terutama untuk kepentingan bangsa dan negara,” ujar kandidat doktor dari Universitas Indonesia (UI) tersebut.
Stanislaus juga menjelasakan, Polri perlu menguatkan hubungan dengan masyarakat sipil. Jika Kapolri terpilih nantinya mempunyai kemampuan untuk berkomunikasi dan membangun hubungan baik dengan masyarakat sipil tentu ini akan semakin memudahkan Polri untuk bertugas.
“Tidak ada yang meragukan sosok Boy Rafli Amar dalam komunikasi dan menjalin hubungan dengan masyarakat sipil. Boy Rafli Amar yang sangat populer dan dikenal oleh publik pada saat menjadi Kadiv Humas Polri tentu akan lebih mudah diterima oleh masyarakat,” ungkap Stanislaus.
Mengingat situasi politik hukum dan keamanan yang semakin dinamis, maka Stanislaus berharap agar Kapolri yang terpilih nanti mendapat kepercayaan dari publik yang tinggi dan dapat membuat situasi kamtibmas semakin kondusif.
“Tentu saja semua hal tersebut kembali kepada Presiden yang mempunyai hak prerogatif untuk mengusulkan dan melantik Kapolri baru pengganti Idham Aziz,” pungkasnya. (sal/seno)