Bimawa UAD Yogyakarta Menyoal Mahasiswa Berprestasi

MAHASISWA harus punya kemauan yang tinggi untuk aktif dan mau melakukan gebrakan-gebrakan baru serta berani untuk mencobanya.

Hal itu dikatakan Furqanul Hakim, SS, MPd.BI, Dosen STKIP Paracendekia NW, Bima, Sumbawa, NTB, yang pernah jadi finalis pemilihan Mahasiswa Berprestasi Nasional (2009), dalam Seminar Nasional Daring, Kamis (15/10/2020), yang dipandu Intan Rawit Sapanti, S.Pd, MA, Kaprodi Sastra Indonesia UAD Yogyakarta, yang pernah jadi mahasiswa berprestasi (2008).

Kegiatan yang disiarkan dari Studio TVUAD-TVMu Stasiun Yogyakarta di Gedung Lab Terpadu Lantai 7 Kampus Utama, Jl Ahmad Yani, Ring Road Selatan, Tamanan, Banguntapan, Bantul, diadakan Biro Kemahasiswaan dan Alumni (Bimawa) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta dan dibuka Kepala Bimawa UAD Choirul Fajri, SS, MA.

Menurut Choirul Fajri, sebetulnya aktif di masa mahasiswa itu jadi investasi di dunia kerja serta membangun mental untuk karir.

Dalam kegiatan bertemakan “Dahlan Muda Menginspirasi: Mengapa Harus Berprestasi?”, Kepala LPPM dan Juri Debat Nasional itu mengatakan, mahasiswa perlu semangat pula untuk memperoleh bekal yang sebanyak-banyaknya sebelum lulus dan pulang ke kampung.

“Tak kalah pentingnya adalah membangun jaringan dan pertemanan,” tandas Furqanul Hakim.

Bagi Furqanul, jika pertemanan itu baik, maka akan terus terbangun dan selalu belajar dengan dosen saja tidak cukup untuk bekal di dunia kerja.

Kesempatan untuk kompetisi di luar negeri, mendorong M Iqwan Sanjani, mahasiswa UAD Angkatan 2012 yang lulus tahun 2016, untuk berpikir kritis.

“Dorongan itu muncul karena saya merasa kecewa dan dendam,” papar Iqwan, finalis mahasiswa berprestasi Nasional (2016) dan lulusan PBI UAD (2016), yang melanjutkan studi dengan beasiswa LPDP di University of Bristol UK (2018-2020).

Iqwan sempat dendam karena gagal untuk kuliah di PTN meski sudah ikut ujian sebanyak enam kali. “Kesempatan kompetisi di luar negeri yang mendorong saya untuk berpikir kritis,” kata Iqwan, yang punya prinsip tidak mudah menyerah itu.

Finalis Pilmapres Nasional (2019), Desty Restia Rahmawati, S.Farm, menyinggung soal kekecewaannya ketika ditolak PTN (Perguruan Tinggi Negeri).

Awalnya, Desty ingin menjadi dokter, tapi gagal. Karena waktu itu diterima di Prodi Biologi sebagai pilihan ke-2. Akhirnya Desty daftar dan diterima di Farmasi UAD Yogyakarta, yang waktu duduk semester II lolos seleksi beasiswa unggulan Kemdikbud.

“Saya semakin mantap kuliah di UAD dengan berbagai kompetisi ilmiah di tingkat nasional maupun internasional,” kata Desty, yang aktif di kelompok studi farmasi dan ikut pelatihan penyusunan proposal Program Kreativitas Mahasiswa (PKM).

Totalitas dalam setiap aktivitas dilakukan Ayu Meryka Santoso, S.Psi, yang pernah meraih juara 2 Nasional Pilmapres (2006). “Saya ingin berbuat sesuatu yang berbeda di manapun berada,” katanya.

Karena prinsip itu selalu menjadi pegangan, ia pernah menjadi terbaik ke-3 peserta pendidikan di Kopassus dan juara pertama Lomba Debat Bahasa Inggris pada Olimpiade Debat BUMN.
“Kegagalan adalah mind stone,” kata Ayu, yang menambahkan di balik kegagalan itu pasti ada hikmahnya hingga muncul strategi-strategi baru.

Menurutnya, prestasi itulah link dengan hidup, bukan reward materi. Makanya, Ayu ingin mempersembahkan yang terbaik dalam hidupnya sebagai wujud syukur kepada Allah SWT Yang Maha Kuasa. (Affan)

Exit mobile version